BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat
Belajar
1. Menurut
teori Ivan Pavlov
Ratna Wilis
dalam bukunya mengungkapkan, belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus
dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukan
perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang
berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang
diberikan guru kepada pelajar, sedangkan respon adalah reaksi atau tanggapan
pelajar terhadap stimulus yang diberikan guru tersebut. Proses yang terjadi
antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat
diamati dan tidak dapat diukur, yang dapat diamati adalah stimulus dan respon,
oleh karena itu apa yang diberikan guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh
pelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur (2011: 18-19).
2.
Menurut para ahli
a.
Anthony Robbins, belajar adalah proses menciptakan
hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dan sesuatu
(pengetahuan) yang baru.
b.
Jerome Brunner dalam
(Romberg & Kaput, 1999), belajar adalah suatu proses aktif dimana siswa
membangun (mengkonstruk) pengetahuan baru berdasarkan pengalaman/pengetahuan
yang sudah dimilikinya. Dalam pandangan konstruktivisme, belajar bukanlah
semata-mata mentransfer yang ada diluar dirinya, tetapi belajar lebih bagaimana
otak memproses dan menginterpretasikan pengalaman yang baru dengan pengetahuan
yang sudah dimilikinya dalam format yang baru (Trianto, 2009: 15).
c.
James O. Whittaker, belajar adalah Proses dimana tingkah
laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.
d.
Cronchbach, belajar adalah suatu aktifitas yang
ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
e.
Howard L. Kingskey, belajar adalah proses dimana tingkah
laku ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan.
f.
Drs. Slameto, belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di dalam
interaksi dengan lingkungannya.
g.
R. Gagne, belajar adalah suatu proses untuk memperoleh
motivasi dalam pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan dan tingkah laku (Syaiful
Bahri, 2008: 22).
h.
Slavin mendefinisikan
secara lengkap, belajar adalah sebagai:
Learning
is usually defined as a change an a individual caused by experience. Change
caused by development (such as growing taller) are not instances of learning.
Neither are characteristics of individuals that are present at birth (such as
reflexes and respons to hunger or pain). However, humans do so much learning
from the day of their birth (and some say earlier) that learning and
development are inseparably linked.
Yaitu belajar
biasanya didefinisikan sebagai perubahan individu yang disebabkan oleh
pengalaman.Perubahan individu yang disebabkan oleh pertumbuhan seperti tumbuh
lebih tinggi bukanlah contoh pembelajaran.Tidak ada karakteristik dari
seseorang yang terlihat pada kelahirannnya.Akan tetapi, seseorang belajar banyak
hal dari dia dilahirkan, belajar dan perkembangan adalah sesuatu yang tidak
dapat dipisahkan.
Selanjutnya
Slavin juga mengatakan: “Learning takes
place in many ways. Sometimes it is intentional, as when students acquire
information presented in a classroom or when they look something up in the
encyclopedia. Sometimes it is unintentional, as in the case of child’s reaction
to the needle, All sorts of learning are going on all the time”.
Yaitu belajar
terjadi dalam banyak cara, baik itu disengaja maupun tidak disengaja dan
belajar terjadi sepanjang waktu (Trianto,
2010: 16).
Menurut Muhibbin Syah belajar
secara umum diartikan sebagaisuatu kegiatan yang mengakibatkan terjadinya
perubahan tingkah laku, yaitu perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman.
Proses belajar terjadi melalui banyak cara baik disengaja maupun tidak
disengaja dan berlangsung sepanjang waktu dan menuju pada suatu perubahan pada
diri pembelajar. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan perilaku berupa
pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan kebiasaan yang baru diperoleh
individu.Sedangkan pengalaman merupakan interaksi antara individu dengan lingkungan
sebagai sumber belajarnya.
Jadi,
pada hakikatnya belajar adalah tahapan
perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil
pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif yang
didukung dari fungsi ranah psikomotorik. (2012: 68)
B.
Arti Penting Belajar bagi Kehidupan Manusia
Menurut Sunarto (1999) dalam buku karangan Muhibbin Syah kehidupan
anak ada dua proses yang beroperasi secara kontinue, yaitu pertumbuhan dan
perkembangan. Kedua proses ini berlangsung secara interpedensi, artinya saling
bergantung satu sama lain dan tidak bisa dipisahkan dalam bentuk-bentuk yang berdiri
sendiri namun memiliki perbedaan. Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan
kuantitatif yang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis, sedangkan
perkembangan berkaitan dengan perubahan kualitatif yang menyangkut peningkatan
tingkat kedewasaan atau kematangan pribadi anak. Peningkatan kemampuan
pertumbuhan dan perkembangan manusia dipengaruhi oleh belajar, melalui belajar
manusia secara bebas dapat mengeksplorasi, memilih dan menetapkan keputusan-keputusan
penting untuk hidupnya (2012: 59-60).
Banyak hal bentuk-bentuk perkembangan yang terdapat dalam
diri manusia yang bergantung pada belajar antara lain misalnya perkembangan
kecakapan bicara. Menurut fitrahnya, setiap bayi yang normal memiliki potensi
untuk cakap berbicara seperti ayah bundanya. Namun, kecakapan berbicara sang bayi takkan pernah terwujud
dengan baik tanpa upaya belajar walaupun proses kematangan perkembangan
organ-organ mulutnya telah selesai. Contoh lainnya, seorang anak yang normal
pasti memiliki baka untuk berdiri tegak diatas kedua kakinya. Namun, apabila
anak tersebut tidak hidup dilingkungan masyarakat manusia, misalnya kalaudia
dibuang ke tengah hutan belantara dan tiggal bersama hewan, maka bakat berdiri
yang ia miliki secara turun-temurun dari orang tuanya itu akan sulit
diwujudkan. Jika anak tersebut diasuh oleh sekelompok serigala, tentu ia akan
belajar berjalan diatas kedua kaki dan tangannya, dia akan merangkak seperti
serigala pula. Jadi, bakat dan pembawaan dalam hal ini jelas tidak banyak
berpengaruh apabila pengalaman belajar tidak turut mengembangkannya (2012: 61).
Secara ringkas dapat dikatakan, bahwa kualitas hasil
proses perkembangan manusia itu banyak terpulang pada apa dan bagaimana ia
belajar. Selanjutnya, tinggi rendahnya kualitas perkembangan manusia yang pada
umumnya merupakan hasil belajar akan menentukan peradaban manusia itu sendiri.
El. Thorndike seorang pakar teori S-R Bond meramalkan, jika kemampuan belajar
umat manusia dikurangi setengahnya saja
maka peradaban yang ada sekarang ini tak akan berguna bagi generasi mendatang.
Bahkan, mungkin peradaban itu sendiri akan lenyap ditelan zaman (Howe, 1980).
Belajar juga memainkan peran penting dalam mempertahankan
kehidupan sekelompok umat manusia (bangsa) ditengah-tengah persaingan yang
semakin ketat diantara bangsa-bangsa lainnya yang lebih maju karena belajar.
Dalam perspektif agama, belajar merupakan kewajiban bagi setiap manusia agar
memperoleh pengetahuan dalam rangka meningkatkan derajat kehidupan mereka
(2012: 62). Hal ini dinyatakan dalam QS Mujadalah: 11 yang berbunyi:
“........niscaya
Allah akan meningkatkan beberapa derajat kepada orang-orang beriman dan
berilmu”.
C.
Korelasi Belajar, Memori dan Pengetahuan
1.
Prespektif Agama.
Islam, menurut Dr. Yusuf Al-Qardhawi (1984), adalah
akidah yang berdasarkan imu pengetahuan, bukan berdasarkan penyerahan diri
secara membabi buta. Hal ini tersirat dalam firman Allah SWT yakni:
“Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah” (Muhammad: 19).
Selanjutnya, berikut ini firman-firman Allah yang mewajibkan
manusia untuk belajar agar memperoleh ilmu pengetahuan.
a. Allah berfirman dalam QS. Al-Zumar: 9, yang berbunyi:
“Katakanlah: apakah sama orang-orang yang mengetahui
dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya, hanya orang-orang yang
barakallah yang mampu menerima pelajaran”.
b. Allah berfirman dalam QS. Al-Isra: 36, yang berbunyi:
“Dan janganlah kamu membiasakan diri pada apa yang kamu
tidak ketahui, karena sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan daya nalar
pasti akan ditanya mengenai itu...”
Selain
itu, menurut Al-Qardhawi (1989) ada pula hadits Rasulullah SAW yang
diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asim dan Thabrani yang berisi perintah belajar, karena
hanya melalui belajarlah ilmu pengetahuan dapat diraih. Perintah-perintah
belajar tersebut tentu harus dilaksanakan melalui proses kognitif
(tahapan-tahapan yang bersifat akliah). Dalam hal ini, sistem memori yang
terdiri atas memori sensori, memori jangka pendek dan memori jangka panjang
berperan sangat aktif dan menentukan berhasil atau gagalnya seseorang dalam
meraih pengetahuan dan keterampilan melalui proses belajar. (Muhibbin Syah,
2012: 72-73)
2.
Prespektif
Psikologi
Menurut Bruno (1987), memori ialah proses mental yang
meliputi pengkodean, penyimpanan dan pemanggilan kembali informasi pengetahuan
yang semuanya terpusat dalam otak. Korelasinya dengan belajar dapat dijelaskan
dengan contoh sebagi berikut:
Apabila siswa anda menerima pelajaran tentang Allah, maka
mula-mula informasi tentang Tuhan semesta alam ini akan masuk kedalam short memory atau working memory/memori jangka pendek melalui indera mata (dengan
cara melihat simbol/tulisan nama Allah) atau telinga siswa tersebut (dengan
cara mendengar sebutan nama Allah). Kemudian informasi mengenai tuhan itu
diberi kode misalnya dalam bentuk simbol-simbol huruf A-L-L-A-H. Setelah
selesai proses pengkodean (encoding),
informasi itu masuk dan tersimpan dalam long
term memory atau permanent memory
yakni memori jangka panjang.
Suatu saat kelak, apabila siswa tersebut memerlukan
informasi mengenai Tuhan yang wajib disembah, misalnya untuk menjawab
pertanyaan gurunya, maka memorinya akan kembali bekerja atau berproses mencari
respons dari kumpulan item-item informasi dan pengetahuan yang terdapat dalam
satu skema yang relevan. Skema (skema kognitif) adalah semacam file yang berisi informasi dan
pengetahuan, skema-skema ini berada dalam sebuah kumpulan yang disebut schemata atau schemas (jamak dari schema) yang tersimpan dalam subsistem akal
permanen manusia. Jadi kalu kita analogikan dengan komputer, schemata itu
ibarat folder atau directory yang berisi file-file yang masing-masing memiliki
tipe, nama dan kandungan yang berbeda antara satu dan lainnya, kalau kita
memerlukan informasi mengenai sesuatu, kita cari nama file yang relevan dari
direktori/folder, lalu klik untuk membuka file
atau memunculkan file berisi
informasi tadi pada layar monitor.
Proses pencarian respons yang dilakukan siswa tadi untuk
memperoleh jawaban mengenai siapa Tuhan YME tadi, jika sukses, maka ia akan
berkata “Allah”. Inilah peristiwa kognitif yang disebut recall atau retrival,
yakni hal memperoleh kembali informasi/pengetahuan yang terstruktur dalam
sistem schemata (skema-skema) yang terdapat dalam ranah cipta siswa tadi.
Dapat disimpulkan bahwa, dalam otak itulah sistem memori
atau sistem akal manusia tersimpan. Selanjutnya, dengan sistem akal yang
dimilikinya, manusia dapat belajar dengan cara menyerap, mengolah, menyimpan
dan memproduksi pengetahuan dan keterampilan untuk mempertahankan dan
mengembangkan kehidupannya di muka bumi ini (Muhibbin Syah, 85-87).
D.
Kejadian
Belajar
Gagne
mengemukakan dalam buku Ratna Wilis, ada delapan
fase dalam satu tindakan belajar (learning
act). Fase-fase itu merupakan kejadian-kejadian eksternal yang dapat
dipasangkan dengan suatu proses yang terjadi dalam pikiran para siswa.
1. Fase
Motivasi
Siswa
(yang belajar) harus diberi motivasi untuk belajar dengan harapan bahwa belajar
akan memperoleh hadiah. Misalnya siswa-siswi dapat mengharapkan bahwa informasi
suatu pokok bahasan akan memenuhi keinginan mereka dan akan berguna bagi mereka
atau dapat menolong mereka untuk memperoleh nilai yang baik.
2. Fase
Pengenalan
Siswa
harus memberikan perhatian pada bagian-bagian yang eseensial pada suatu
kejadian instruksional jika belajar akan terjadi. Misalnya siswa memperhatikan
aspek-aspek yang relevan tentang apa yang dikatakan guru atau tentang
gagasan-gagasan utama dalam buku teks. Guru dapat memfokuskan perhatian
terhadap informasi yang penting dengan berkata, misalnya: “Dengarkan kedua kata
yang ibu katakana, apakah bedanya?”. Bahan-bahan tertulis dapat juga diperlukan
demikian dengan menggarisbawahi kata atau kalimat tertentu atau memberikan
garis-garis besar atau setiap bab.
3. Fase
Perolehan
Bila
siswa memperhatikan informasi yang relevan, ia telah siap menerima pelajaran.
Informasi yang disajikan tidak langsung disimpan dalam memori.Informasi itu
diubah menjadi bentuk yang lebih bermakna yang dihubungkan dengan informasi
yang telah ada dalam memori siswa.Siswa dapat membentuk gambaran mental
informasi itu atau memberntuk asosiasi antara informasi baru dan informasi
lama. Guru dapat memperlancar proses ini dengan penggunaan pengaturan awal
(Ausabel, 1963), dengan membiarkan para siswa melihat atau memanipulasi
benda-benda, dengan menunjukan hubungan-hubungan antara informasi baru dan
pengetahuan sebelumnya.
4. Fase
Retensi
Informasi
yang baru diperoleh harus dipindahkan dari memori jangka pendek ke memori
jangka panjang.Ini dapat terjadi melalui pengulangan kembali, praktik,
elaborasi, dll.
5. Fase
Pemanggilan
Kita
dapat kehilangan hubungan dengan informasi dalam memori jangka panjang. Jadi,
bagian paling penting dalam belajar ialah belajar memperoleh hubungan dengan
apa yang telah kita pelajari, untuk memanggil informasi yang telah dipelajari
sebelumnya dapat dilakukan dengan cara mengatur materi dengan baik yaitu dengan
mengelompokan menjadi kategori-kategori atau konsep-konsep, cara itu akan lebih
mudah untuk dingat hingga jangka panjang daripada materi yang disajikan tidak
teratur. Pemanggilan juga dapat dilakukan dengan memperhatikan kaitan antara
konsep-konsep.Khususnya antara informasi baru dengan pengetahuan sebelumnya.
6. Fase
Generalisasi
Informasi
kurang bernilai jika tidak dapat diterapkan di luar konteks dimana informasi
itu dipelajari.Jadi, generalisasi atau transfer informasi pada situasi-situasi
baru merupakan fase kritis dalam belajar. Transfer dapat dilakukan dengan
meminta para siswa untuk menggunakan informasi dengan baik, misalnya meminta
para siswa menggunakan keterampilan-keterampilan berhitung untuk memecahkan
masalah-masalah nyata; setelah mempelajari pemuaian zat, mereka dapat
menjelaskan mengapa botol yang berisi penuh dengan air dan tertutup rapat
menjadi retak dalam lemari es.
7. Fase
Penampilan
Para
siswa harus memperlihatkan bahwa mereka telah belajar sesuatu melalui
penampilan yang tampak.Misalnya setelah mempelajari bagaimana menggunakan
mikroskop dalam pelajaran biologi, para siswa dapat mengamati bagaimana bentuk
sel dan menggambarkan sel itu; setelah mempelajari struktur kalimat dalam
bahasa, mereka dapat menyusun kalimat yang benar.
8. Fase
Umpan Balik
Para
siswa harus memperoleh umpan balik tentang hasil mereka yang menunjukan apakah
mereka sudah atau belum mengerti tentang apa yang diajarkan. Umpan balik ini
dapat memberikan reinforcement pada mereka
untuk hasil yang berhasil (2012: 124-126).
E.
Prinsip-Prinsip Belajar
1. Pembelajaran
sebagai usaha memperoleh perubahan perilaku
Prinsip
ini mengandung makna bahwa ciri utama proses pembelajaran adalah adanya
perubahan perilaku dalam diri individu. Artinya seseorang yang telah mengalami
pembelajaran akan berubah perilakunya. Tetapi tidak semua perubahan perilaku
sebagi hasil pembelajaran. Perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Perubahan yang disadari.
Artinya individu yang melakukan proses pembelajaran menyadari bahwa
pengetahuannya telah bertambah, keterampilannya telah bertambah, ia lebih yakin
tdirinya sendiri, dsb. Jadi, orang yang berubag perilakunya karena mabuk, tidak
termasuk dala pengertian perubahan karena pembelajaran, karena yang
bersangkutan tidak menyadari apa yang telah terjadi di dalam dirinya.
b.
Perubahan yang bersifat
continue (berkesinambungan). Perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran akan
berlangsung secara berkesinambungan, artinya suatu perubahan yang telah
terjadi, menyebabkan terjadinya perubahan perilaku yang lain. Misalnya seorang
anak yang telah belajar membaca, ia akan berubah perilakunya dari tidak dapat
membaca menjadi dapat membaca. Kecakapannya dalam membaca menyebabkan ia dapat
membaca lebih banyak lagi dan dapat belajar yang lain, sehingga ia dapat
memperoleh perubahan perilaku hasil pembelajaran yang lebih luas dan lebih
banyak.
c.
Perubahan yang bersifat
fungsional. Artinya perubahan yang telah diperoleh sebagai hasil pembelajaran
memberikan manfaat bagi individu yang bersangkutan.Misalnya kecakapan dalam
berbicara bahasa inggris memberikan manfaat untuk belajar hal-hal yang lebih
luas.
d.
Perubahan yang bersifat
positif. Artinya terjadi adanya pertambahan perubahan dalam diri
individu.Perubahan yang diperoleh senantiasa bertambah sehingga berbeda dengan
keadaan sebelumnya. Orang yang telah belajar akan merasakan ada sesuatu yang
lebih banyak, sesuatu yang lebih baik, sesuatu yang lebih luas dalam dirinya.
Misalnya ilmunya menjadi lebih banyak, prestasinya meningkat, kecakapannya
menjadi lebih baik, dsb.
e.
Perubahan yang bersifat
aktif. Artinya perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya, akan tetapi
melalui aktivitas individu. Perubahan yang terjadi karena ematangan, bukan hasil
pembelajaran karena terjadi sendirinya sesuai dengan tahapan-tahapan
perkembangannya. Dalam kematangan, perubahan itu akan terjadi dengan sendirinta
meskipun tidak ada usaha pembelajaran. Misalnya kalau seorang anak sudah sampai
pada usia tertentu, akan dengan sendirinya
dapat melafalkan kata “mama atau papa” dengan sendirinya meskipun belum
belajar.
f.
Perubahan yang bersifat
permanen (menetap). Artinya perubahan yang terjadi sebagai hasil pembelajaran
akan berada secara kekal dalam diri individu, setidak-tidaknya untuk masa
tertentu. Misalnya kecakapan dan kemahiran menulis akan bersifat menetap dan
berkembang terus.
g.
Perubahan yang
bertujuan dan terarah. Artinya perubahan itu terjadi karena ada sesuatu yang
akan dicapai. Dalam proses pembelajaran, semua aktivitas terarah kepada
pencapaian suatu tujuan tertentu. Misalnya seorang anak belajar bahasa inggris
dengan tujuan agar ia dapat berbicara dalam bahasa Inggris dan dapat menkaji
bacaan-bacaan yang ditulis dalam bahasa Inggris. Semua aktivitas pembelajarannya
terarah kepada tujuan itu, sehingga perubahan-perubahan yang terjadi akan
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
2. Hasil
belajar ditandai dengan perubahan perilaku secara keseluruhan.
Prinsip
ini mengandung makna bahwa perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran adalah
meliputi semua aspek perilaku dan bukan hanya satu atau dua aspek
saja.Perubahan perilaku itu meliputi aspek-aspek perilaku kognitif, konatif,
afektif atau motorik. Misalnya seorang siswa disebut telah mengalami
pembelajaran dalam musik, maka siswa itu berubah dalam hal pemahamannya tentang
musik, alat-alat musik, memiliki kemampuan dalam memainkan alat-alat music
dengan baik, dsb.
Pembelajaran
yang hanya menghasilkan perubahan satu atau dua aspek perilaku saja, disebut
sebagai pembelajaran sebahagian (partial
learning) dan bukan pembelajaran lengkap (complete learning).
3. Pembelajaran
merupakan suatu proses
Prinsip
ketiga ini mengandung makna bahwa pembelajaran itu merupakan suatu aktivitas
yang berkesinambungan.Di dalam aktivitas itu terjadi adanya tahapan-tahapan
aktivitas yang sistematis dan terarah.Jadi, pembelajaran bukan sebagai benda
atau keadaan yang statis, melainkan merupakan suatu rangkaian
aktivitas-aktivitas yang dinamis dan saling berkaitan. Pembelajaran tidak dapat
dilepaskan dengan interaksi individu dengan lingkungannya. Jadi, selama proses
pembelajaran itu berlangsung, individu akan senantiasa berada dalam berbagai
aktivitas yang tidak terlepas dari lingkungannya. Dengan demikian, suatu
pembelajaran yang efektif adalah apabila pelajar-pelajar melakukan perilaku
secara aktif.
Proses
pembelajaran terjadi karena adanya sesuatu yang mendorong dan ada sesuatu
tujuan yang akan dicapai. Prinsip ini mengandung makna bahwa aktivitas
pembelajaran itu terjadi karena adanya kebutuhan yang harus dipuaskan, dan
adanya tujuan yang ingin dicapai. Atas dasar prinsip ini, maka pembelajaran
akan terjadi apabila individu merasakan adanya kebutuhan yang mendorong dan ada
sesuatu yang perlu dicapai untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan kata lain,
pembelajaran merupakan aktivitas untuk meenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan.
Belajar tidak akan efektif tanpa adanaya dorongan dan tujuan.
4. Pembelajaran
merupakan bentuk pengalaman
Pengalaman
pada dasarnya adalah kehidupan melalui situasi yang nyata dengan tujuan
tertentu. Pembelajaran merupakan bentuk interaksi individu dengan
lingkungannya, sehingga banyak memberikan pengalaman dari situasi
nyata.Perubahan perilaku yang diperoleh dari pembelajaran, pada dasarnya
merupakan pengalaman. Hal ini berarti bahwa selama individu dalam proses
pebelajaran hendaknya tercipta situasi kehidupan yang menyenangkan sehingga memberikan
pengalaman yang berarti. (Mohamad Surya,
2004: 7-10)
F.
Jenis-Jenis
Belajar
Menurut R.M
Gagne ada 8 jenis belajar, yaitu:
1. Signal Learning
(belajar isyarat)
Yaitu
kegiatan belajar yang terjadi secara tidak disadari, sebagai akibatnya adanya
suatu stimulus tertentu. Contoh: jika seseorang siswa mendapatkan komentar
bernada positif dari guru matematika, maka secara tidak langsung siswa itu akan
cenderung menyukai pelajaran matematika.
2. Stimulus Response
Learning ( belajar rangsangan tindak balas)
Yaitu
kegiatan belajar yang terjadi secara disadari yaitu yang dilakukannya adalah
suatu kegiatan fisik sebagai suatu reaksi atas adanya stimulus tertentu.
3. Chaining Learning (belajar
melalui perangkaian)
Yaitu
kegiatan belajar yang terdiri atas dua gerakan fisik atau lebih yang dirangkai
menjadi satu secara berurutan, dalam upaya untuk mencapai suatu tujuan
tertentu.
4. Verbal Association
Learning (belajar perangkaian verbal).
Yaitu
kegiatan merangkai kata-kata atau kalimat-kalimat secara bermakna.Misalnya
kegiatan mendeskripsikan sifat-sifat suatu bangun geometri, kegiatan
menyebutkan nama-nama benda.
5. Discrimination Learning
(belajar membedakan)
Yaitu
kegiatan mengamati perbedaan antara sesuatu objek dengan objek yang lain.
Misalnya membedakan lambing “3” dengan lambing “8”, membedakan bilangan bulat
dengan bilangan prima, dll.
6.
Concept
Learning (belajar konsep)
Yaitu
kegiatan mengenali sifat yang sama yang terdapat pada berbagai objek atau
peristiwa, dan kemudian memperlakukan objek-objek atau peristiwa itu sebagai
satu kelas, disebabkan oleh adanya sifat yang sama tersebut.
7.
Rule
Learning (belajar aturan)
Yaitu
belajar sesuai dengan rumus yang ada. Contoh: bilangan real a x b = b x a.
8.
Problem
solving (belajar memecahkan masalah).
Yaitu
kegiatan belajar yang paling kompleks, untuk dapat memecahkan suatu masalah
seseorang memerlukan pengetahuan dan kemampuan yang ada kaitannya dengan
masalah tersebut.Pengetahuan dan kemampuan tersebut harus dirangkai secara
kreatif untuk memecahkan masalah yang bersangkutan. (Mohamad Surya, 2004: 18)
G.
Hasil
Belajar
Menurut
Nawawi dalam K. Brahim (2007: 39) hasil belajar merupakan tingkat keberhasilan
siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan yang
dinyatakan dalam skor diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi
pelajaran tertu.
Secara
sederhana, menurut Ahmad Susanto (2013: 5) yang dimaksud hasil belajar siswa adalah
kemampuan yang diperoleh anak setelah memperoleh anak setelah melalui kegiatan
belajar. Karena belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang
berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan prilaku yang relatif menetap.
Dalam kegiatan pembelajaran atau kegiatan intruksional, biasanya guru
menetapkan tujuan belajar. Anak yang berhasil dalam belajar ialah anak yang
berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan intruksional.
Untuk
mengetahui apakah hasil belajar yang dicapai telah sesuai dengan tujuan yang
diehendaki dapat diketahui melalui evaluasi. Sebagai mana dikemukakan oleh
Sunal (1993: 94) bahwa evaluasi merupakan proses penggunaan informasi untu
membuat pertimbangan seberapa efektif suatu program telah memenuhi kebutuhan
siswa.
Selain
itu dengan dilakuannya evaluasi atau penilaian ini dapat di jadikan feedback
atau tindak lanjut, atau bahkan cara untuk mengukur tingakat penguasaan siswa.
Kemajuan prestasi belajar siswa tidak saja diukur dari tingkat penguasaan ilmu
pengetahuan, tetapi juga sikap dan keterampilan.
1.
Macam-macam hasil
belajar
a. Pemahaman
konsep. Pemahaman menurut Bloom diartikan sebagai kemampuan untuk menyerap arti
dari materi atau bahan yang dipelajari. Pemahaman menurut Bloom ini adalah
seberapa besar siswa mampu menerima, menyerap dan memahami pelajaran yang
diberikan oleh guru kepada siswa, atau sejauh mana siswa dapat memahami serta
mengerti apa yang ia baca, yang dilihat, yang dialami, atau yang dirasakan
berupa hasil penelitian atau observasi langsung yang ia lakukan.
b. Keterampilan
proses.
Menurut
Utsman mengemukakan bahwa keterampilan proses merupakan keterampilan yang
mengarah kepada pembangunan kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar
sebagai penggerak kemampuan yang lebih tinggi dalam diri individu siswa.
Keterampilan berarti kemampuan menggunakan pikiran, nalar, dan perbuatan secara
efektif dan efisien untuk mencapai suatu hasil tertentu, termasuk
kreativitasnya.
Indriawati
(1993: 3) merumuskan bahwa keterampilan proses merupakan keseluruhan
keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotorik) yang dapat
digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk
mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, atau untuk melakukan
penyangkalan terhadap suatu penemuan (falsifikasi). Dengan kata lain,
keterampilan ini digunakan sebagai wahana penemuan dan pengembangan konsep,
prinsip, dan teori.
c.
Sikap
Sikap
tidak hanya merupakan aspek mental semata, melainkan memcakup pula aspek
respons fisik. Jadi, sikap ini harus ada kekompakan antara mental dan fisik
secara serempak. Jika mental saja yang dimunculkan, maka belum tampak secara
jelas sikap seseorang yang ditunjukannya.
2.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar
Menurut
teori Gestalt, belajar merupakan suatu proses perkembangan. Artinya bahwa
secara kodrati jiwa raga anak mengalami perkembangan. Perkembangan sendiri
memerlukan sesuatu baik yang berasal dari diri siswa sendiri maupun pengaruh
dari lingkungannya. Berdasarkan teori ini hasil belajar siswa dipengaruhi oleh
dua hal, siswa itu sendiri dan lingkungannya. Pertama, siswa; dalam arti
kemampuan berpikir atau tingkah laku intelektual, motivasi, minat, dan kesiapan
siswa, baik jasmani maupun rohani. Kedua, lingkungan; yaitu sarana dan
prasarana, kompetisi guru, kreativitas guru, sumber-sumber belajar, metode
serta dukungan lingkungan, keluarga dan lingkungan.
Pendapat
yang senada dikemukakan oleh Wasliman (2007: 158) hasil belajar yang dicapai
oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang
mempengaruhi, baik faktor internal maupun faktor ekternal. Secara terperinci,
uraian mengenai faktor internal dan eksternal, sebagai berikut:
a. Faktor
internal
Faktor
internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik, yang
mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi; kecerdasan,
minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar,
serta kondisi fisik dan kesehatan.
b. Faktor
eksternal.
Faktor
internal yaitu faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah,
dan masyarakat. Keadaan keluarga
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Begitu juga keadaan yang
dirasakan siswa di lingkungan masyarakatnya.
Selanjutnya,
dikemukakan oleh Wasliman (2007: 159) bahwa sekolah merupakan salah satu faktor
yang ikut menentukan hasil belajar siswa. Semakin tinggi kemampuan belajar
siswa dan kualitas pengajaran siswa disekolah, maka semakin tinggi pula hasil
belajar siswa.
Menurut
Dunkin dan Wina Sanjaya (2006: 51), terdapat sejumlah aspek yang dapat
mempengaruhi kualitas proses pembelajaran dilihat dari faktor guru, yaitu:
Ø Teacher
formative experience, meliputi jenis kelamin serta semua pengalaman hidup guru
menjadi latar belakang sosial mereka. Yang termasuk ke dalam aspek ini
diantaranya tempat asal kelahiran guru termasuk suku, latar belakang budaya,
dan adat istiadat.
Ø Teacher
training experience, meliputi pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan
aktivitas latar belakang pendidikan guru, misalnya pengalaman latihan
profesional, tingkat pendidikan, dan pengalaman jabatan.
Ø Teacher
properties, adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat yang dimiliki
guru, misalnya sikap guru terhadap profesinya, sikap guru terhadap siswa,
kemampuan dan intelegensi guru, motivasi dan kemampuan mereka baik kemampuan
dalam pengelolaan pembelajaran termasuk di dalamnya kemampuan untuk
merencanakan dan evaluasi pembelajaran maupun kemampuan dalam penguasaan
materi.
Dengan
demikian maka jelaslah bahwa hasil belajar siswa merupakan hasil dari suatu
proses yang didalamnya terlibat sejumlah faktor yang saling memengaruhinya.
Tinggi rendahnya hasil belajar seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor
tersebut. Ruseffendi (1991: 7) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
hasil belajar siswa Penampilan-penampilan yang dapat diamati sebagai
hasil-hasil belajar disebut kemampuan. Kemampuan-kemampuan tersebut meliputi:
a. Keterampilan
Intelektual
Keterampilan
intelektual merupakan keterampilan pikiran yang termasuk ranah kognitif, yaitu
ranah yang mencakup kegiatan mental (otak) yang meliputi:
1) Diskriminasi
Merupakan
suatu kemampuan untuk mengadakan respons yang berbeda terhadap
stimulus-stimulus yang berbeda dalam satu atau lebih dimensi fisik,
diskriminasi merupakan keterampilan intelektual yang paling sederhana yaitu
kemampuan membandingkan benda-benda secara fisik.Pengajaran diskriminasi banyak
diberikan pada anak-anak atau orang-orang yang cacat mental.
2) Konsep
Konkret
Yaitu
menunjukan suatu sifat objek atau atribut objek (contohnya: warna, bentuk,
ukuran), Kemampuan untuk menentukan konsep konkret merupakan dasar yang paling
penting untuk belajar yang lebih kompleks. Banyak peneliti yang menekankan
pentingnya belajar konkret sebagai prasyarat belajar gagasan-gagasan abstrak.
3) Konsep
Terdefinisi
Seseorang
dikatakan telah belajar suatu konsep terdefinisi bila ia dapat
mendemonstrasikan arti kelas tertentu tentang objek-objek, kejadian-kejadian,
atau hubungan-hubungan.
4) Aturan
Seseorang
telah belajar suatu aturan bila penampilannya mempunyai “keteraturan” dalam
berbagai situasi khusus.Misalnya dalam membuat suatu kalimat “ibu mencium adik
dengan penuh kasih sayang”; kata kerja mencium
ditempatkan sesudah kata ibu, tidak
sebelumnya.Demikian pula kata-kata lain dalam kalimat itu sudah mengikuti suatu
aturan dalam bahasa kita. Dengan aturan yang telah kita pelajari, kita dapat
menyusun kalimat lain dengan struktur yang sama.
b. Strategi
Kognitif
Strategi
kognitif merupakan suatu proses control,
yaitu suatu proses internal yang digunakan siswa (orang yang belajar) untuk
memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, mengingat dan berpikir
(Gagne, 1985). Macam-macam strategi kognitif yaitu:
1) Strategi
Menghafal
Dengan
strategi ini, para siswa melakukan latihan sendiri tentang materi yang
dipelajari. Dalam bentuk yang paling sederhana, latihan itu berupa mengulangi
nama-nama dalam suatu urutan (misalnya: nama-nama pahlawan, tahun-tahun
pecahnya perang dunia, dan lain-lain). Dalam mempelajari tugas yang lebih
kompleks, misalnya mempelajari gagasan-gagasan yang penting, menghafal dapat
dilakukan dengan menggarisbawahi gagasan-gagasan penting itu atau dengan
menyalin bagian-bagian teks.
2) Strategi
Elaborasi
Dalam
menggunakan strategi elaborasi, siswa mengasosiasikan hal-hal yang akan dipelajari
dengan bahan-bahan lain yang tersedia. Bila diterapkan pada belajar teks prosa
misalnya, kegiatan elaborasi merupakan pembuatan parafrasa, pembuatan
ringkasan, pembuatan catatan, dan perumusan pernyataan dengan jawaban-jawaban.
3) Strategi
Pengaturan
Menyusun
materi yang akan dipelajari ke dalam suatu kerangka yang teratur merupakan
teknik dasar strategi ini. Sekumpulan kata yang akan di ingat diatur oleh siswa
menjadi kategori-kategori yang bermakna. Hubungan antara fakta-fakta disusun
menjadi tabel-tabel memungkinkan memudahkan penyusunan ruang untuk menghafal
materi pelajaran. Cara lain ialah dengan membuat garis-garis besar tentang
gagasan utama dan menyusun organisasi baru untuk gagasan-gagasan itu.
4) Strategi
Metakognitif
Menurut
Bown, strategi metakognitif meliputi kemampuan siswa untuk menentukan tujuan
belajar, memperkirakan keberhasilan pencapaian tujuan dan memilih
alternatif-alternatif untuk mencapai tujuan itu.
5) Strategi
Afektif
Teknik
ini digunakan para siswa untuk memusatkan dan mempertahankan perhatian untuk
mengendalikan kemarahan dan menggunakan waktu secara efektif.
c. Informasi
Verbal
Informasi
verbal diperoleh sebagai hasil belajar disekolah dan juga dari kata-kata yang
diucapkan orang, membaca dari Koran, televisi
dan media lainnya.
d. Sikap
Sikap
merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi perilaku
seseorang terhadap benda, kejadian-kejadian atau mahluk hidup lainnya. Sikap
yang paling penting adalah sikap kita terhadap orang lain.
e. Keterampilan
Motorik
Keterampilan
motorik tidak hanya mencakup kegiatan fisik, melainkan juga kegiatan motorik
yang digabung dengan keterampilan intelektual, misalnya membaca, menulis,
memainkan sebuah instrumen usik, atau dalam pelajaran sains, menggunakn
berbagai macam alat seperti mikroskop, berbagai alat listrik dalam pelajaran
fisika dan alat distilasi dalam pelajaran kimia.
H.
Manifestasi Perilaku Belajar
Muhibbin Syah dalam bukunya mengungkapkan, manifestasi
atau perwujudan perilaku belajar biasanya lebih sering tampak dalam
perubahan-perubahan sebagai berikut:
1.
Manifestasi
Kebiasaan
Setiap siswa yang telah mengalami proses belajar,
kebiasaan-kebiasaanya akan tampak berubah. Menurut Burghardt (1973), kebiasaan
itu timbul karena proses penyusutan kecenderungan respons dengan menggunakan
stimulasi yang berukang-ulang. Dalam proses belajar, pembiasaan juga meliputi
pengurangan perilaku yang tidak diperlukan. Karena proses
penyusutan/pengurangan inilah muncul suatu pola bertingkah laku yang relatif
menetap dan otomatis.
Kebiasaan ini terjadi karena prosedur pembiasaan seperti
dalam classical dan operant conditioning. Contoh, siswa yang
belajar bahasa secara berkali-kali menghindari kecenderungan penggunaan kata
atau struktur yang keliru, akhirnya akan terbiasa dengan penggunaan bahasa
secara baik dan benar. Jadi berbahasa dengan cara yang baik itulah manifestasi
perilaku belajar tadi.
2.
Manifestasi
Keterampilan
Keterampilan ialah kegiatan yang berhubungan dengan
urat-urat syaraf dan otot-otot (neuromuscular)
yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik,
olahraga dan sebagainya. Meskipun sifatnya motorik, namun keterampilan itu
memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang timggi. Dengan
demikian, siswa yang melakukan grakan motorik dengan koordinasi dan kesadran
yang rendah dapat dianggap kurang atau tidak terampil.
Disamping itu, menurut Reber (1989), keterampilan adalah
kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi
ssecara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu.
Keterampilan bukan hanya meliputi gerakan motorik melainkan juga
pengejawantahan fungsi mental yang bersifat kognitif. Konotasinya luas sehingga
sampai pada mempengaruhi atau mendayagunakan orang lain. Artinya, orang yang
mampu mendayagunakan orang lain secara tepat juga dianggap sebagai orang
terampil.
3.
Manifestasi
Pengamatan
Pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan dan
memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera seperti mata dan
telinga. Berkat pengalaman belajar seorang siswa akan mampu mencari pengamatan
yang benar obyektif sebelum mencapai pengertian. Pengamatan yang salah akan
mengakibatkan timbulnya pengertian yang salah pula. Sebagai contoh, seorang
anak yang baru pertama kali mendengarkan radio akan mengira bahwa penyiar
benar-benar berada dalam kotak suara itu. Namun melalui proses belajar, lambat
laun akan diketahuinya juga bahwa yang ada dalam radio tersebut hanya suaranya,
sedangkan penyiarnya berada jauh di studio pemancar.
4.
Manifestasi Berpikir
Asosiatif dan Daya Ingat
Secara sederhana, berpikir asosiatif adalah berpikir
dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya. Berpikir asosiatif
merupakan proses pembentukan hubungan antara rangsangan dengan respon. Dalam
hal ini perlu dicatat bahwa kemampuan siswa untuk melakukan hubungan asosiatif
yang benar amat dipengaruhi oleh tingkat pengertian atau pengetahuan yang
diperoleh dari hasil belajar. Sebagai contoh, siswa yang mampu menjelaskan arti
penting tanggal 12 Rabiul Awal, kemampuan siswa tersebut dalam mengasosiasikan
tanggal bersejarah itu dengan hari ulang tahun (maulid) Nabi Muhammad SAW hanya
bisa didapat apabila ia telah mempelajari riwayat hidup beliau.
Disamping itu, daya ingat pun merupakan perwujudan
belajar, sebab merupakan unsur pokok dalm berpikir asosiatif. Jadi, siswa telah
mengalami proses belajar akan ditandai dengan bertambahnya simpanan materi
(pengetahuan dan pengertian) dalam memori, serta meningkatnya kemampuan
menghubungkan materi tersebut dengan situasi atau stimulus yang sedang ia
hadapi.
5.
Manifestasi
Berpikir Rasional dan Kritis
Berpikir rasional dan kritis adalah perwujudan perilaku
belajar terutama yang berhubungan dengan pemecahan masalah. Pada umumnya siswa
yang berpikir rasional akan menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar
pengertian dalam menjawab pertanyaan “bagaimana” (how) dan “mengapa” (why).
Dalam berpikir rasional, siswa dituntut menggunakan logika (akal sehat) untuk
menentukan sebab-akibat, menganalisis, menarik kesimpulan-kesimpulan, dan
bahkan juga untuk menciptakan hukum-hukum (kaidah teoretis) dan
ramalan-ramalan. Dalam hal berpikir kritis, siswa dituntut menggunakan strategi
kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keandalan gagasan pemecahan masalah
dan mengatasi kesalahan atau kekurangan (Reber, 1988).
6.
Manifestasi Sikap
Dalam arti yang sempit sikap adalah pandangan atau
kecenderungan mental. Menurut Bruno (1987), sikap (attitude) adalah kecenderungan yang bersifat menetap untuk bereaksi
dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu. Dengan
demikian, pada prinsipnya sikap dapat kita anggap sebagai suatu kecenderungan
siswa untuk bertidak dengan cara tertentu. Dalam hal ini, perwujudan perilaku
belajar siswa akan ditandai dengan munculnya kecenderungan-kecenderungan baru
yang telah berubah (lebih maju dan lugas) terhadap suatu obyek, tata nilai,
peristiwa dan sebagainya.
7.
Manifestasi
Inhibisi
Secara ringkas, inhibisi adalah upaya pengurangan atau
pencegahan timbulnya suatu respons tertentu karena adanya proses respon lain
yang sedang berlangsung. Dalam hal belajar, yang dimaksud inhibisi adalah
kesanggupan siswa untuk mengurangi atau menghentikan tindakan yang tidak perlu,
lalu memilih atau melakukan tindakan lainnya yang lebih baik ketika ia
berinteraksi dengan lingkungannya.
Kemampuan siswa dalam melakukan inhibisi pada umumnya
diperoleh lewat proses belajar. Oleh sebab itu, makna dan perwujudan perilaku
belajar seorang siswa akan tampak pula dalam kemampuannya melakukan inhibisi
ini. Contoh, seorang siswa yang telah sukses mempelajari bahaya alkohol akan
menghindari membeli minuman keras. Sebagai gantinya ia membeli minuman sehat.
8.
Manifestasi
Apresiasi
Pada dasarnya, apresiasi berarti suatu pertimbangan (judgment) mengenai arti penting atau
nilai sesuatu (Chaplin, 1982). Dalam penerapannya, apresiasi serig diartikan
sebagai penghargaan atau penilaian terhadap benda-benda baik abstrak maupun
konkret yang memiliki nilai luhur. Apresiasi adalah gejala ranah afeftif yang
pada umumnya ditujukan pada karya-karya seni.
Tingkat apresiasi seorang siswa terhadap nilai sebuah
karya sangat bergantung pada tingkat pengalaman belajarnya. Sebagai contoh,
jika seorang siswa telah mengalami proses belajar agama secara mendalam maka
tingkat apresiasinya terhadap nilai seni baca Al-Qur’an dan kaligrafi akan
mendalam pula. Dengan demikian, pada dasarnnya seorang siswa baru akan memiliki
apresiasi yang memadai terhadap objek tertentu apabila sebelumnya ia telah
mempelajarai materi yang berkaitan dengan objek yang dianggap mengandung nilai
penting dan indah.
9.
Manifestasi Tingkah
Laku Afektif
Tingkah laku afektif adalah tingkah laku yang menyangkut
keanekaragaman perasaan, seperti takut, marah, sedih, gembira, kecewa, benci,
was-was dan sebagainya. Tingkah laku seperti ini tidak terlepas dari pengaruh
pengalaman belajar. Oleh karenanya, ia juga dapat dianggap sebagai perwujudan
perilaku belajar.
Seorang siswa, misalnya dapat dianggap sukses secara
afektif dalam belajar agama apabila ia telah menyenagi dan menyadari secara
ikhlas kebenaran ajaran agama yang dipelajari, lalu ia menjadikannnya sebagai
sistem nilai diri. Kemudian, pada gilirannya ia menjadikan sistem nilai ini
sebagai penuntun hidup, baik kala suka maupun duka.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pemaparan diatas, kamimenyimpulkan:
1.
Belajar
adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang
relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang
melibatkan proses kognitif yang didukung dari fungsi ranah psikomotorik.
2.
Belajar mempunyai
peran penting dalam proses perkembangan manusia dan juga mempunyai peran
penting dalam mempertahankan kehidupan sekelompok umat manusia (bangsa)
ditengah-tengah persaingan yang semakin ketat diantara bangsa-bangsa lainnya
yang lebih maju karena belajar. Dalam perspektif agama, belajar merupakan
kewajiban bagi setiap manusia agar memperoleh pengetahuan dalam rangka
meningkatkan derajat kehidupan mereka.
3. Korelasi Belajar, Memori dan Pengetahuan
berarti dalam otak sistem
memori atau sistem akal manusia tersimpan. Selanjutnya, dengan sistem akal yang
dimilikinya, manusia dapat belajar dengan cara menyerap, mengolah, menyimpan
dan memproduksi pengetahuan dan keterampilan untuk mempertahankan dan
mengembangkan kehidupannya di muka bumi ini
4. Gagne
mengemukakan dalam buku Ratna Wilis, ada delapan
fase dalam satu tindakan belajar (learning
act) antara lain:
a. Fase Motivasi
b. Fase
Pengenalan
c. Fase
Perolehan
d. Fase
Retensi
e. Fase
Pemanggilan
f. Fase
Generalisasi
g. Fase
Umpan Balik
5. Prinsip
Pembelajaran
a.
Pembelajaran sebagai
usaha memperoleh perubahan perilaku.
b.
Hasil belajar ditandai
dengan perubahan perilaku secara keseluruhan.
c.
Pembelajaran merupakan
suatu proses
d.
Pembelajaran merupakan
bentuk pengalaman
6.
Menurut R.M Gagne ada 8
jenis belajar, yaitu:
a. Signal
Learning (belajar isyarat)
b. Stimulus Response Learning ( belajar rangsangan
tindak balas)
c. Chaining Learning (belajar melalui perangkaian)
d. Verbal Association Learning (belajar
perangkaian verbal).
e. Discrimination Learning (belajar membedakan)
f. Concept Learning (belajar konsep)
g. Rule Learning (belajar aturan)
h. Problem solving (belajar memecahkan masalah).
7. Secara
sederhana, yang dimaksud hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh
anak setelah memperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar
itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk
memperoleh suatu bentuk perubahan prilaku yang relatif menetap.
B. Saran
Dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas,
sebaiknya sebagai calon pendidik, kita harus bisa menjelaskan prinsip pembelajaran,
menerapkannya dalam upaya meningkatkan kualitas kita sebagai calon pendidik dan
juga menciptakan suasana yang akan menjadikan siswa lebih nyaman dalam menerima
bahan ajar yang akan kita berikan nantinya.
DAFTAR PUSTAKA
Dahar, Ratna Wilis. 2011. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:
Erlangga.
Darsono.
2000. Belajar dan Pembelajaran.Semarang:
IKIP Semarang Press.
Fathurrohman dan Sutikno. 2007. Strategi
Belajar Mengajar melalui penanaman Konsep Umun dan Konsep Islam. Bandung:
Refika Aditama.
Surya,
Mohamad. 2004. Psikologi
Pembelajaran dan Pengajaran. Jakarta: Pustaka Bani Quraisy.
Suryosubroto, B. 1997. Proses
Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Susanto
Ahmad, 2013. Teori
Belajar dan Pembelajaran di
sekolah
dasar.
Syah,
Muhibbin. 2014. Psikologi Belajar.
Jakarta: RajaGrafindo.
Tilaar, H.A.R. 2002.Pendidikan Kebudayaan dan Masyarakat Madani
Indonesia; Strategi Reformasi Pendidikan Nasional.Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Trianto. 2010. Mendesain
Model Pembelajaran Inovatif-Progesif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya
Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.