Senin, 25 April 2016

Makalah Makna Belajar dan Pembelajaran

BAB II
PEMBAHASAN
A.  Hakikat Belajar
1.    Menurut teori Ivan Pavlov
Ratna Wilis dalam bukunya mengungkapkan, belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pelajar, sedangkan respon adalah reaksi atau tanggapan pelajar terhadap stimulus yang diberikan guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur, yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur (2011: 18-19).
2.        Menurut para ahli
a.         Anthony Robbins, belajar adalah proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru.
b.         Jerome Brunner dalam (Romberg & Kaput, 1999), belajar adalah suatu proses aktif dimana siswa membangun (mengkonstruk) pengetahuan baru berdasarkan pengalaman/pengetahuan yang sudah dimilikinya. Dalam pandangan konstruktivisme, belajar bukanlah semata-mata mentransfer yang ada diluar dirinya, tetapi belajar lebih bagaimana otak memproses dan menginterpretasikan pengalaman yang baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya dalam format yang baru (Trianto, 2009: 15).
c.         James O. Whittaker, belajar adalah Proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.
d.        Cronchbach, belajar adalah suatu aktifitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
e.         Howard L. Kingskey, belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan.
f.          Drs. Slameto, belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di dalam interaksi dengan lingkungannya.
g.         R. Gagne, belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan dan tingkah laku (Syaiful Bahri, 2008: 22).
h.         Slavin mendefinisikan secara lengkap, belajar adalah sebagai:
Learning is usually defined as a change an a individual caused by experience. Change caused by development (such as growing taller) are not instances of learning. Neither are characteristics of individuals that are present at birth (such as reflexes and respons to hunger or pain). However, humans do so much learning from the day of their birth (and some say earlier) that learning and development are inseparably linked.
 Yaitu belajar biasanya didefinisikan sebagai perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman.Perubahan individu yang disebabkan oleh pertumbuhan seperti tumbuh lebih tinggi bukanlah contoh pembelajaran.Tidak ada karakteristik dari seseorang yang terlihat pada kelahirannnya.Akan tetapi, seseorang belajar banyak hal dari dia dilahirkan, belajar dan perkembangan adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan.
Selanjutnya Slavin juga mengatakan: “Learning takes place in many ways. Sometimes it is intentional, as when students acquire information presented in a classroom or when they look something up in the encyclopedia. Sometimes it is unintentional, as in the case of child’s reaction to the needle, All sorts of learning are going on all the time”.
Yaitu belajar terjadi dalam banyak cara, baik itu disengaja maupun tidak disengaja dan belajar terjadi sepanjang waktu (Trianto, 2010: 16).
Menurut Muhibbin Syah belajar secara umum diartikan sebagaisuatu kegiatan yang mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku, yaitu perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman. Proses belajar terjadi melalui banyak cara baik disengaja maupun tidak disengaja dan berlangsung sepanjang waktu dan menuju pada suatu perubahan pada diri pembelajar. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan perilaku berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan kebiasaan yang baru diperoleh individu.Sedangkan pengalaman merupakan interaksi antara individu dengan lingkungan sebagai sumber belajarnya.
Jadi, pada hakikatnya belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif yang didukung dari fungsi ranah psikomotorik. (2012: 68)

B.       Arti Penting Belajar bagi Kehidupan Manusia
Menurut Sunarto (1999) dalam buku karangan Muhibbin Syah kehidupan anak ada dua proses yang beroperasi secara kontinue, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Kedua proses ini berlangsung secara interpedensi, artinya saling bergantung satu sama lain dan tidak bisa dipisahkan dalam bentuk-bentuk yang berdiri sendiri namun memiliki perbedaan. Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis, sedangkan perkembangan berkaitan dengan perubahan kualitatif yang menyangkut peningkatan tingkat kedewasaan atau kematangan pribadi anak. Peningkatan kemampuan pertumbuhan dan perkembangan manusia dipengaruhi oleh belajar, melalui belajar manusia secara bebas dapat mengeksplorasi, memilih dan menetapkan keputusan-keputusan penting untuk hidupnya (2012: 59-60).
Banyak hal bentuk-bentuk perkembangan yang terdapat dalam diri manusia yang bergantung pada belajar antara lain misalnya perkembangan kecakapan bicara. Menurut fitrahnya, setiap bayi yang normal memiliki potensi untuk cakap berbicara seperti ayah bundanya. Namun, kecakapan berbicara sang bayi takkan pernah terwujud dengan baik tanpa upaya belajar walaupun proses kematangan perkembangan organ-organ mulutnya telah selesai. Contoh lainnya, seorang anak yang normal pasti memiliki baka untuk berdiri tegak diatas kedua kakinya. Namun, apabila anak tersebut tidak hidup dilingkungan masyarakat manusia, misalnya kalaudia dibuang ke tengah hutan belantara dan tiggal bersama hewan, maka bakat berdiri yang ia miliki secara turun-temurun dari orang tuanya itu akan sulit diwujudkan. Jika anak tersebut diasuh oleh sekelompok serigala, tentu ia akan belajar berjalan diatas kedua kaki dan tangannya, dia akan merangkak seperti serigala pula. Jadi, bakat dan pembawaan dalam hal ini jelas tidak banyak berpengaruh apabila pengalaman belajar tidak turut mengembangkannya (2012: 61).
Secara ringkas dapat dikatakan, bahwa kualitas hasil proses perkembangan manusia itu banyak terpulang pada apa dan bagaimana ia belajar. Selanjutnya, tinggi rendahnya kualitas perkembangan manusia yang pada umumnya merupakan hasil belajar akan menentukan peradaban manusia itu sendiri. El. Thorndike seorang pakar teori S-R Bond meramalkan, jika kemampuan belajar umat manusia dikurangi setengahnya  saja maka peradaban yang ada sekarang ini tak akan berguna bagi generasi mendatang. Bahkan, mungkin peradaban itu sendiri akan lenyap ditelan zaman (Howe, 1980).
Belajar juga memainkan peran penting dalam mempertahankan kehidupan sekelompok umat manusia (bangsa) ditengah-tengah persaingan yang semakin ketat diantara bangsa-bangsa lainnya yang lebih maju karena belajar. Dalam perspektif agama, belajar merupakan kewajiban bagi setiap manusia agar memperoleh pengetahuan dalam rangka meningkatkan derajat kehidupan mereka (2012: 62). Hal ini dinyatakan dalam QS Mujadalah: 11 yang berbunyi:
“........niscaya Allah akan meningkatkan beberapa derajat kepada orang-orang beriman dan berilmu”.

C.      Korelasi Belajar, Memori dan Pengetahuan
1.     Prespektif Agama.
Islam, menurut Dr. Yusuf Al-Qardhawi (1984), adalah akidah yang berdasarkan imu pengetahuan, bukan berdasarkan penyerahan diri secara membabi buta. Hal ini tersirat dalam firman Allah SWT yakni:
“Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah” (Muhammad: 19).
Selanjutnya, berikut ini firman-firman Allah yang mewajibkan manusia untuk belajar agar memperoleh ilmu pengetahuan.
a.       Allah berfirman dalam QS. Al-Zumar: 9, yang berbunyi:
“Katakanlah: apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya, hanya orang-orang yang barakallah yang mampu menerima pelajaran”.

b.      Allah berfirman dalam QS. Al-Isra: 36, yang berbunyi:
“Dan janganlah kamu membiasakan diri pada apa yang kamu tidak ketahui, karena sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan daya nalar pasti akan ditanya mengenai itu...”
            Selain itu, menurut Al-Qardhawi (1989) ada pula hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asim dan Thabrani yang berisi perintah belajar, karena hanya melalui belajarlah ilmu pengetahuan dapat diraih. Perintah-perintah belajar tersebut tentu harus dilaksanakan melalui proses kognitif (tahapan-tahapan yang bersifat akliah). Dalam hal ini, sistem memori yang terdiri atas memori sensori, memori jangka pendek dan memori jangka panjang berperan sangat aktif dan menentukan berhasil atau gagalnya seseorang dalam meraih pengetahuan dan keterampilan melalui proses belajar. (Muhibbin Syah, 2012: 72-73) 
2.      Prespektif Psikologi
Menurut Bruno (1987), memori ialah proses mental yang meliputi pengkodean, penyimpanan dan pemanggilan kembali informasi pengetahuan yang semuanya terpusat dalam otak. Korelasinya dengan belajar dapat dijelaskan dengan contoh sebagi berikut:
Apabila siswa anda menerima pelajaran tentang Allah, maka mula-mula informasi tentang Tuhan semesta alam ini akan masuk kedalam short memory atau working memory/memori jangka pendek melalui indera mata (dengan cara melihat simbol/tulisan nama Allah) atau telinga siswa tersebut (dengan cara mendengar sebutan nama Allah). Kemudian informasi mengenai tuhan itu diberi kode misalnya dalam bentuk simbol-simbol huruf A-L-L-A-H. Setelah selesai proses pengkodean (encoding), informasi itu masuk dan tersimpan dalam long term memory atau permanent memory yakni memori jangka panjang.
Suatu saat kelak, apabila siswa tersebut memerlukan informasi mengenai Tuhan yang wajib disembah, misalnya untuk menjawab pertanyaan gurunya, maka memorinya akan kembali bekerja atau berproses mencari respons dari kumpulan item-item informasi dan pengetahuan yang terdapat dalam satu skema yang relevan. Skema (skema kognitif) adalah semacam file yang berisi informasi dan pengetahuan, skema-skema ini berada dalam sebuah kumpulan yang disebut schemata atau schemas (jamak dari schema) yang tersimpan dalam subsistem akal permanen manusia. Jadi kalu kita analogikan dengan komputer, schemata itu ibarat folder atau directory yang berisi file-file yang masing-masing memiliki tipe, nama dan kandungan yang berbeda antara satu dan lainnya, kalau kita memerlukan informasi mengenai sesuatu, kita cari nama file yang relevan dari direktori/folder, lalu klik untuk membuka file atau memunculkan file berisi informasi tadi pada layar monitor.
Proses pencarian respons yang dilakukan siswa tadi untuk memperoleh jawaban mengenai siapa Tuhan YME tadi, jika sukses, maka ia akan berkata “Allah”. Inilah peristiwa kognitif yang disebut recall atau retrival, yakni hal memperoleh kembali informasi/pengetahuan yang terstruktur dalam sistem schemata (skema-skema) yang terdapat dalam ranah cipta siswa tadi.
Dapat disimpulkan bahwa, dalam otak itulah sistem memori atau sistem akal manusia tersimpan. Selanjutnya, dengan sistem akal yang dimilikinya, manusia dapat belajar dengan cara menyerap, mengolah, menyimpan dan memproduksi pengetahuan dan keterampilan untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupannya di muka bumi ini (Muhibbin Syah, 85-87).

D.      Kejadian Belajar
Gagne mengemukakan dalam buku Ratna Wilis, ada delapan fase dalam satu tindakan belajar (learning act). Fase-fase itu merupakan kejadian-kejadian eksternal yang dapat dipasangkan dengan suatu proses yang terjadi dalam pikiran para siswa.
1.      Fase Motivasi
Siswa (yang belajar) harus diberi motivasi untuk belajar dengan harapan bahwa belajar akan memperoleh hadiah. Misalnya siswa-siswi dapat mengharapkan bahwa informasi suatu pokok bahasan akan memenuhi keinginan mereka dan akan berguna bagi mereka atau dapat menolong mereka untuk memperoleh nilai yang baik.
2.      Fase Pengenalan
Siswa harus memberikan perhatian pada bagian-bagian yang eseensial pada suatu kejadian instruksional jika belajar akan terjadi. Misalnya siswa memperhatikan aspek-aspek yang relevan tentang apa yang dikatakan guru atau tentang gagasan-gagasan utama dalam buku teks. Guru dapat memfokuskan perhatian terhadap informasi yang penting dengan berkata, misalnya: “Dengarkan kedua kata yang ibu katakana, apakah bedanya?”. Bahan-bahan tertulis dapat juga diperlukan demikian dengan menggarisbawahi kata atau kalimat tertentu atau memberikan garis-garis besar atau setiap bab.
3.      Fase Perolehan
Bila siswa memperhatikan informasi yang relevan, ia telah siap menerima pelajaran. Informasi yang disajikan tidak langsung disimpan dalam memori.Informasi itu diubah menjadi bentuk yang lebih bermakna yang dihubungkan dengan informasi yang telah ada dalam memori siswa.Siswa dapat membentuk gambaran mental informasi itu atau memberntuk asosiasi antara informasi baru dan informasi lama. Guru dapat memperlancar proses ini dengan penggunaan pengaturan awal (Ausabel, 1963), dengan membiarkan para siswa melihat atau memanipulasi benda-benda, dengan menunjukan hubungan-hubungan antara informasi baru dan pengetahuan sebelumnya.
4.      Fase Retensi
Informasi yang baru diperoleh harus dipindahkan dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang.Ini dapat terjadi melalui pengulangan kembali, praktik, elaborasi, dll.
5.      Fase Pemanggilan
Kita dapat kehilangan hubungan dengan informasi dalam memori jangka panjang. Jadi, bagian paling penting dalam belajar ialah belajar memperoleh hubungan dengan apa yang telah kita pelajari, untuk memanggil informasi yang telah dipelajari sebelumnya dapat dilakukan dengan cara mengatur materi dengan baik yaitu dengan mengelompokan menjadi kategori-kategori atau konsep-konsep, cara itu akan lebih mudah untuk dingat hingga jangka panjang daripada materi yang disajikan tidak teratur. Pemanggilan juga dapat dilakukan dengan memperhatikan kaitan antara konsep-konsep.Khususnya antara informasi baru dengan pengetahuan sebelumnya.
6.      Fase Generalisasi
Informasi kurang bernilai jika tidak dapat diterapkan di luar konteks dimana informasi itu dipelajari.Jadi, generalisasi atau transfer informasi pada situasi-situasi baru merupakan fase kritis dalam belajar. Transfer dapat dilakukan dengan meminta para siswa untuk menggunakan informasi dengan baik, misalnya meminta para siswa menggunakan keterampilan-keterampilan berhitung untuk memecahkan masalah-masalah nyata; setelah mempelajari pemuaian zat, mereka dapat menjelaskan mengapa botol yang berisi penuh dengan air dan tertutup rapat menjadi retak dalam lemari es.
7.      Fase Penampilan
Para siswa harus memperlihatkan bahwa mereka telah belajar sesuatu melalui penampilan yang tampak.Misalnya setelah mempelajari bagaimana menggunakan mikroskop dalam pelajaran biologi, para siswa dapat mengamati bagaimana bentuk sel dan menggambarkan sel itu; setelah mempelajari struktur kalimat dalam bahasa, mereka dapat menyusun kalimat yang benar.
8.      Fase Umpan Balik
Para siswa harus memperoleh umpan balik tentang hasil mereka yang menunjukan apakah mereka sudah atau belum mengerti tentang apa yang diajarkan. Umpan balik ini dapat memberikan reinforcement pada mereka untuk hasil yang berhasil (2012: 124-126).

E.     Prinsip-Prinsip Belajar
1.    Pembelajaran sebagai usaha memperoleh perubahan perilaku
Prinsip ini mengandung makna bahwa ciri utama proses pembelajaran adalah adanya perubahan perilaku dalam diri individu. Artinya seseorang yang telah mengalami pembelajaran akan berubah perilakunya. Tetapi tidak semua perubahan perilaku sebagi hasil pembelajaran. Perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a.         Perubahan yang disadari. Artinya individu yang melakukan proses pembelajaran menyadari bahwa pengetahuannya telah bertambah, keterampilannya telah bertambah, ia lebih yakin tdirinya sendiri, dsb. Jadi, orang yang berubag perilakunya karena mabuk, tidak termasuk dala pengertian perubahan karena pembelajaran, karena yang bersangkutan tidak menyadari apa yang telah terjadi di dalam dirinya.
b.        Perubahan yang bersifat continue (berkesinambungan). Perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran akan berlangsung secara berkesinambungan, artinya suatu perubahan yang telah terjadi, menyebabkan terjadinya perubahan perilaku yang lain. Misalnya seorang anak yang telah belajar membaca, ia akan berubah perilakunya dari tidak dapat membaca menjadi dapat membaca. Kecakapannya dalam membaca menyebabkan ia dapat membaca lebih banyak lagi dan dapat belajar yang lain, sehingga ia dapat memperoleh perubahan perilaku hasil pembelajaran yang lebih luas dan lebih banyak.
c.         Perubahan yang bersifat fungsional. Artinya perubahan yang telah diperoleh sebagai hasil pembelajaran memberikan manfaat bagi individu yang bersangkutan.Misalnya kecakapan dalam berbicara bahasa inggris memberikan manfaat untuk belajar hal-hal yang lebih luas.
d.        Perubahan yang bersifat positif. Artinya terjadi adanya pertambahan perubahan dalam diri individu.Perubahan yang diperoleh senantiasa bertambah sehingga berbeda dengan keadaan sebelumnya. Orang yang telah belajar akan merasakan ada sesuatu yang lebih banyak, sesuatu yang lebih baik, sesuatu yang lebih luas dalam dirinya. Misalnya ilmunya menjadi lebih banyak, prestasinya meningkat, kecakapannya menjadi lebih baik, dsb.
e.         Perubahan yang bersifat aktif. Artinya perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya, akan tetapi melalui aktivitas individu. Perubahan yang terjadi karena ematangan, bukan hasil pembelajaran karena terjadi sendirinya sesuai dengan tahapan-tahapan perkembangannya. Dalam kematangan, perubahan itu akan terjadi dengan sendirinta meskipun tidak ada usaha pembelajaran. Misalnya kalau seorang anak sudah sampai pada usia tertentu, akan dengan sendirinya  dapat melafalkan kata “mama atau papa” dengan sendirinya meskipun belum belajar.
f.         Perubahan yang bersifat permanen (menetap). Artinya perubahan yang terjadi sebagai hasil pembelajaran akan berada secara kekal dalam diri individu, setidak-tidaknya untuk masa tertentu. Misalnya kecakapan dan kemahiran menulis akan bersifat menetap dan berkembang terus.
g.        Perubahan yang bertujuan dan terarah. Artinya perubahan itu terjadi karena ada sesuatu yang akan dicapai. Dalam proses pembelajaran, semua aktivitas terarah kepada pencapaian suatu tujuan tertentu. Misalnya seorang anak belajar bahasa inggris dengan tujuan agar ia dapat berbicara dalam bahasa Inggris dan dapat menkaji bacaan-bacaan yang ditulis dalam bahasa Inggris. Semua aktivitas pembelajarannya terarah kepada tujuan itu, sehingga perubahan-perubahan yang terjadi akan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
2.    Hasil belajar ditandai dengan perubahan perilaku secara keseluruhan.
Prinsip ini mengandung makna bahwa perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran adalah meliputi semua aspek perilaku dan bukan hanya satu atau dua aspek saja.Perubahan perilaku itu meliputi aspek-aspek perilaku kognitif, konatif, afektif atau motorik. Misalnya seorang siswa disebut telah mengalami pembelajaran dalam musik, maka siswa itu berubah dalam hal pemahamannya tentang musik, alat-alat musik, memiliki kemampuan dalam memainkan alat-alat music dengan baik, dsb.
Pembelajaran yang hanya menghasilkan perubahan satu atau dua aspek perilaku saja, disebut sebagai pembelajaran sebahagian (partial learning) dan bukan pembelajaran lengkap (complete learning).
3.    Pembelajaran merupakan suatu proses
Prinsip ketiga ini mengandung makna bahwa pembelajaran itu merupakan suatu aktivitas yang berkesinambungan.Di dalam aktivitas itu terjadi adanya tahapan-tahapan aktivitas yang sistematis dan terarah.Jadi, pembelajaran bukan sebagai benda atau keadaan yang statis, melainkan merupakan suatu rangkaian aktivitas-aktivitas yang dinamis dan saling berkaitan. Pembelajaran tidak dapat dilepaskan dengan interaksi individu dengan lingkungannya. Jadi, selama proses pembelajaran itu berlangsung, individu akan senantiasa berada dalam berbagai aktivitas yang tidak terlepas dari lingkungannya. Dengan demikian, suatu pembelajaran yang efektif adalah apabila pelajar-pelajar melakukan perilaku secara aktif.
Proses pembelajaran terjadi karena adanya sesuatu yang mendorong dan ada sesuatu tujuan yang akan dicapai. Prinsip ini mengandung makna bahwa aktivitas pembelajaran itu terjadi karena adanya kebutuhan yang harus dipuaskan, dan adanya tujuan yang ingin dicapai. Atas dasar prinsip ini, maka pembelajaran akan terjadi apabila individu merasakan adanya kebutuhan yang mendorong dan ada sesuatu yang perlu dicapai untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan kata lain, pembelajaran merupakan aktivitas untuk meenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan. Belajar tidak akan efektif tanpa adanaya dorongan dan tujuan.
4.      Pembelajaran merupakan bentuk pengalaman
Pengalaman pada dasarnya adalah kehidupan melalui situasi yang nyata dengan tujuan tertentu. Pembelajaran merupakan bentuk interaksi individu dengan lingkungannya, sehingga banyak memberikan pengalaman dari situasi nyata.Perubahan perilaku yang diperoleh dari pembelajaran, pada dasarnya merupakan pengalaman. Hal ini berarti bahwa selama individu dalam proses pebelajaran hendaknya tercipta situasi kehidupan yang menyenangkan sehingga memberikan pengalaman yang berarti. (Mohamad Surya, 2004: 7-10)

F.     Jenis-Jenis Belajar
Menurut R.M Gagne ada 8 jenis belajar, yaitu:
1.    Signal Learning (belajar isyarat)
Yaitu kegiatan belajar yang terjadi secara tidak disadari, sebagai akibatnya adanya suatu stimulus tertentu. Contoh: jika seseorang siswa mendapatkan komentar bernada positif dari guru matematika, maka secara tidak langsung siswa itu akan cenderung menyukai pelajaran matematika.
2.      Stimulus Response Learning ( belajar rangsangan tindak balas)
Yaitu kegiatan belajar yang terjadi secara disadari yaitu yang dilakukannya adalah suatu kegiatan fisik sebagai suatu reaksi atas adanya stimulus tertentu.
3.      Chaining Learning (belajar melalui perangkaian)
Yaitu kegiatan belajar yang terdiri atas dua gerakan fisik atau lebih yang dirangkai menjadi satu secara berurutan, dalam upaya untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
4.      Verbal Association Learning (belajar perangkaian verbal).
Yaitu kegiatan merangkai kata-kata atau kalimat-kalimat secara bermakna.Misalnya kegiatan mendeskripsikan sifat-sifat suatu bangun geometri, kegiatan menyebutkan nama-nama benda.
5.      Discrimination Learning (belajar membedakan)
Yaitu kegiatan mengamati perbedaan antara sesuatu objek dengan objek yang lain. Misalnya membedakan lambing “3” dengan lambing “8”, membedakan bilangan bulat dengan bilangan prima, dll.
6.         Concept Learning (belajar konsep)
Yaitu kegiatan mengenali sifat yang sama yang terdapat pada berbagai objek atau peristiwa, dan kemudian memperlakukan objek-objek atau peristiwa itu sebagai satu kelas, disebabkan oleh adanya sifat yang sama tersebut.
7.         Rule Learning (belajar aturan)
Yaitu belajar sesuai dengan rumus yang ada. Contoh: bilangan real a x b = b x a.
8.         Problem solving (belajar memecahkan masalah).
Yaitu kegiatan belajar yang paling kompleks, untuk dapat memecahkan suatu masalah seseorang memerlukan pengetahuan dan kemampuan yang ada kaitannya dengan masalah tersebut.Pengetahuan dan kemampuan tersebut harus dirangkai secara kreatif untuk memecahkan masalah yang bersangkutan. (Mohamad Surya, 2004: 18)

G.    Hasil Belajar
Menurut Nawawi dalam K. Brahim (2007: 39) hasil belajar merupakan tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan yang dinyatakan dalam skor diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertu. 
Secara sederhana, menurut Ahmad Susanto   (2013: 5)  yang dimaksud hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah memperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan prilaku yang relatif menetap. Dalam kegiatan pembelajaran atau kegiatan intruksional, biasanya guru menetapkan tujuan belajar. Anak yang berhasil dalam belajar ialah anak yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan intruksional.
Untuk mengetahui apakah hasil belajar yang dicapai telah sesuai dengan tujuan yang diehendaki dapat diketahui melalui evaluasi. Sebagai mana dikemukakan oleh Sunal (1993: 94) bahwa evaluasi merupakan proses penggunaan informasi untu membuat pertimbangan seberapa efektif suatu program telah memenuhi kebutuhan siswa.
Selain itu dengan dilakuannya evaluasi atau penilaian ini dapat di jadikan feedback atau tindak lanjut, atau bahkan cara untuk mengukur tingakat penguasaan siswa. Kemajuan prestasi belajar siswa tidak saja diukur dari tingkat penguasaan ilmu pengetahuan, tetapi juga sikap dan keterampilan.
1.              Macam-macam hasil belajar
a.       Pemahaman konsep. Pemahaman menurut Bloom diartikan sebagai kemampuan untuk menyerap arti dari materi atau bahan yang dipelajari. Pemahaman menurut Bloom ini adalah seberapa besar siswa mampu menerima, menyerap dan memahami pelajaran yang diberikan oleh guru kepada siswa, atau sejauh mana siswa dapat memahami serta mengerti apa yang ia baca, yang dilihat, yang dialami, atau yang dirasakan berupa hasil penelitian atau observasi langsung yang ia lakukan.
b.      Keterampilan proses.
Menurut Utsman mengemukakan bahwa keterampilan proses merupakan keterampilan yang mengarah kepada pembangunan kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan yang lebih tinggi dalam diri individu siswa. Keterampilan berarti kemampuan menggunakan pikiran, nalar, dan perbuatan secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu hasil tertentu, termasuk kreativitasnya.
Indriawati (1993: 3) merumuskan bahwa keterampilan proses merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotorik) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, atau untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan (falsifikasi). Dengan kata lain, keterampilan ini digunakan sebagai wahana penemuan dan pengembangan konsep, prinsip, dan teori. 
c.         Sikap
Sikap tidak hanya merupakan aspek mental semata, melainkan memcakup pula aspek respons fisik. Jadi, sikap ini harus ada kekompakan antara mental dan fisik secara serempak. Jika mental saja yang dimunculkan, maka belum tampak secara jelas sikap seseorang yang ditunjukannya.
2.        Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
Menurut teori Gestalt, belajar merupakan suatu proses perkembangan. Artinya bahwa secara kodrati jiwa raga anak mengalami perkembangan. Perkembangan sendiri memerlukan sesuatu baik yang berasal dari diri siswa sendiri maupun pengaruh dari lingkungannya. Berdasarkan teori ini hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua hal, siswa itu sendiri dan lingkungannya. Pertama, siswa; dalam arti kemampuan berpikir atau tingkah laku intelektual, motivasi, minat, dan kesiapan siswa, baik jasmani maupun rohani. Kedua, lingkungan; yaitu sarana dan prasarana, kompetisi guru, kreativitas guru, sumber-sumber belajar, metode serta dukungan lingkungan, keluarga dan lingkungan.
Pendapat yang senada dikemukakan oleh Wasliman (2007: 158) hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi, baik faktor internal maupun faktor ekternal. Secara terperinci, uraian mengenai faktor internal dan eksternal, sebagai berikut:
a.    Faktor internal
Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi; kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan.
b.    Faktor eksternal.
Faktor internal yaitu faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keadaan keluarga  berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Begitu juga keadaan yang dirasakan siswa di lingkungan masyarakatnya.
Selanjutnya, dikemukakan oleh Wasliman (2007: 159) bahwa sekolah merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan hasil belajar siswa. Semakin tinggi kemampuan belajar siswa dan kualitas pengajaran siswa disekolah, maka semakin tinggi pula hasil belajar siswa.
Menurut Dunkin dan Wina Sanjaya (2006: 51), terdapat sejumlah aspek yang dapat mempengaruhi kualitas proses pembelajaran dilihat dari faktor guru, yaitu:
Ø  Teacher formative experience, meliputi jenis kelamin serta semua pengalaman hidup guru menjadi latar belakang sosial mereka. Yang termasuk ke dalam aspek ini diantaranya tempat asal kelahiran guru termasuk suku, latar belakang budaya, dan adat istiadat.
Ø  Teacher training experience, meliputi pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan aktivitas latar belakang pendidikan guru, misalnya pengalaman latihan profesional, tingkat pendidikan, dan pengalaman jabatan.
Ø  Teacher properties, adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat yang dimiliki guru, misalnya sikap guru terhadap profesinya, sikap guru terhadap siswa, kemampuan dan intelegensi guru, motivasi dan kemampuan mereka baik kemampuan dalam pengelolaan pembelajaran termasuk di dalamnya kemampuan untuk merencanakan dan evaluasi pembelajaran maupun kemampuan dalam penguasaan materi.

Dengan demikian maka jelaslah bahwa hasil belajar siswa merupakan hasil dari suatu proses yang didalamnya terlibat sejumlah faktor yang saling memengaruhinya. Tinggi rendahnya hasil belajar seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut. Ruseffendi (1991: 7) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa Penampilan-penampilan yang dapat diamati sebagai hasil-hasil belajar disebut kemampuan. Kemampuan-kemampuan tersebut meliputi:
a.       Keterampilan Intelektual
Keterampilan intelektual merupakan keterampilan pikiran yang termasuk ranah kognitif, yaitu ranah yang mencakup kegiatan mental (otak) yang meliputi:
1)      Diskriminasi
Merupakan suatu kemampuan untuk mengadakan respons yang berbeda terhadap stimulus-stimulus yang berbeda dalam satu atau lebih dimensi fisik, diskriminasi merupakan keterampilan intelektual yang paling sederhana yaitu kemampuan membandingkan benda-benda secara fisik.Pengajaran diskriminasi banyak diberikan pada anak-anak atau orang-orang yang cacat mental.
2)      Konsep Konkret
Yaitu menunjukan suatu sifat objek atau atribut objek (contohnya: warna, bentuk, ukuran), Kemampuan untuk menentukan konsep konkret merupakan dasar yang paling penting untuk belajar yang lebih kompleks. Banyak peneliti yang menekankan pentingnya belajar konkret sebagai prasyarat belajar gagasan-gagasan abstrak.
3)      Konsep Terdefinisi
Seseorang dikatakan telah belajar suatu konsep terdefinisi bila ia dapat mendemonstrasikan arti kelas tertentu tentang objek-objek, kejadian-kejadian, atau hubungan-hubungan. 
4)      Aturan
Seseorang telah belajar suatu aturan bila penampilannya mempunyai “keteraturan” dalam berbagai situasi khusus.Misalnya dalam membuat suatu kalimat “ibu mencium adik dengan penuh kasih sayang”; kata kerja mencium ditempatkan sesudah kata ibu, tidak sebelumnya.Demikian pula kata-kata lain dalam kalimat itu sudah mengikuti suatu aturan dalam bahasa kita. Dengan aturan yang telah kita pelajari, kita dapat menyusun kalimat lain dengan struktur yang sama.
b.      Strategi Kognitif
Strategi kognitif merupakan suatu proses control, yaitu suatu proses internal yang digunakan siswa (orang yang belajar) untuk memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, mengingat dan berpikir (Gagne, 1985). Macam-macam strategi kognitif yaitu:
1)      Strategi Menghafal
Dengan strategi ini, para siswa melakukan latihan sendiri tentang materi yang dipelajari. Dalam bentuk yang paling sederhana, latihan itu berupa mengulangi nama-nama dalam suatu urutan (misalnya: nama-nama pahlawan, tahun-tahun pecahnya perang dunia, dan lain-lain). Dalam mempelajari tugas yang lebih kompleks, misalnya mempelajari gagasan-gagasan yang penting, menghafal dapat dilakukan dengan menggarisbawahi gagasan-gagasan penting itu atau dengan menyalin bagian-bagian teks.
2)      Strategi Elaborasi
Dalam menggunakan strategi elaborasi, siswa mengasosiasikan hal-hal yang akan dipelajari dengan bahan-bahan lain yang tersedia. Bila diterapkan pada belajar teks prosa misalnya, kegiatan elaborasi merupakan pembuatan parafrasa, pembuatan ringkasan, pembuatan catatan, dan perumusan pernyataan dengan jawaban-jawaban.
3)      Strategi Pengaturan
Menyusun materi yang akan dipelajari ke dalam suatu kerangka yang teratur merupakan teknik dasar strategi ini. Sekumpulan kata yang akan di ingat diatur oleh siswa menjadi kategori-kategori yang bermakna. Hubungan antara fakta-fakta disusun menjadi tabel-tabel memungkinkan memudahkan penyusunan ruang untuk menghafal materi pelajaran. Cara lain ialah dengan membuat garis-garis besar tentang gagasan utama dan menyusun organisasi baru untuk gagasan-gagasan itu.
4)      Strategi Metakognitif
Menurut Bown, strategi metakognitif meliputi kemampuan siswa untuk menentukan tujuan belajar, memperkirakan keberhasilan pencapaian tujuan dan memilih alternatif-alternatif untuk mencapai tujuan itu.
5)      Strategi Afektif
Teknik ini digunakan para siswa untuk memusatkan dan mempertahankan perhatian untuk mengendalikan kemarahan dan menggunakan waktu secara efektif.
c.       Informasi Verbal
Informasi verbal diperoleh sebagai hasil belajar disekolah dan juga dari kata-kata yang diucapkan orang, membaca dari Koran, televisi dan media lainnya.
d.      Sikap
Sikap merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap benda, kejadian-kejadian atau mahluk hidup lainnya. Sikap yang paling penting adalah sikap kita terhadap orang lain.


e.       Keterampilan Motorik
Keterampilan motorik tidak hanya mencakup kegiatan fisik, melainkan juga kegiatan motorik yang digabung dengan keterampilan intelektual, misalnya membaca, menulis, memainkan sebuah instrumen usik, atau dalam pelajaran sains, menggunakn berbagai macam alat seperti mikroskop, berbagai alat listrik dalam pelajaran fisika dan alat distilasi dalam pelajaran kimia.

H.    Manifestasi Perilaku Belajar
Muhibbin Syah dalam bukunya mengungkapkan, manifestasi atau perwujudan perilaku belajar biasanya lebih sering tampak dalam perubahan-perubahan sebagai berikut:
1.      Manifestasi Kebiasaan
Setiap siswa yang telah mengalami proses belajar, kebiasaan-kebiasaanya akan tampak berubah. Menurut Burghardt (1973), kebiasaan itu timbul karena proses penyusutan kecenderungan respons dengan menggunakan stimulasi yang berukang-ulang. Dalam proses belajar, pembiasaan juga meliputi pengurangan perilaku yang tidak diperlukan. Karena proses penyusutan/pengurangan inilah muncul suatu pola bertingkah laku yang relatif menetap dan otomatis.
Kebiasaan ini terjadi karena prosedur pembiasaan seperti dalam classical dan operant conditioning. Contoh, siswa yang belajar bahasa secara berkali-kali menghindari kecenderungan penggunaan kata atau struktur yang keliru, akhirnya akan terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar. Jadi berbahasa dengan cara yang baik itulah manifestasi perilaku belajar tadi.
2.      Manifestasi Keterampilan
Keterampilan ialah kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot (neuromuscular) yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olahraga dan sebagainya. Meskipun sifatnya motorik, namun keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang timggi. Dengan demikian, siswa yang melakukan grakan motorik dengan koordinasi dan kesadran yang rendah dapat dianggap kurang atau tidak terampil.
Disamping itu, menurut Reber (1989), keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi ssecara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu. Keterampilan bukan hanya meliputi gerakan motorik melainkan juga pengejawantahan fungsi mental yang bersifat kognitif. Konotasinya luas sehingga sampai pada mempengaruhi atau mendayagunakan orang lain. Artinya, orang yang mampu mendayagunakan orang lain secara tepat juga dianggap sebagai orang terampil.
3.      Manifestasi Pengamatan
Pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera seperti mata dan telinga. Berkat pengalaman belajar seorang siswa akan mampu mencari pengamatan yang benar obyektif sebelum mencapai pengertian. Pengamatan yang salah akan mengakibatkan timbulnya pengertian yang salah pula. Sebagai contoh, seorang anak yang baru pertama kali mendengarkan radio akan mengira bahwa penyiar benar-benar berada dalam kotak suara itu. Namun melalui proses belajar, lambat laun akan diketahuinya juga bahwa yang ada dalam radio tersebut hanya suaranya, sedangkan penyiarnya berada jauh di studio pemancar.
4.      Manifestasi Berpikir Asosiatif dan Daya Ingat
Secara sederhana, berpikir asosiatif adalah berpikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya. Berpikir asosiatif merupakan proses pembentukan hubungan antara rangsangan dengan respon. Dalam hal ini perlu dicatat bahwa kemampuan siswa untuk melakukan hubungan asosiatif yang benar amat dipengaruhi oleh tingkat pengertian atau pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar. Sebagai contoh, siswa yang mampu menjelaskan arti penting tanggal 12 Rabiul Awal, kemampuan siswa tersebut dalam mengasosiasikan tanggal bersejarah itu dengan hari ulang tahun (maulid) Nabi Muhammad SAW hanya bisa didapat apabila ia telah mempelajari riwayat hidup beliau.
Disamping itu, daya ingat pun merupakan perwujudan belajar, sebab merupakan unsur pokok dalm berpikir asosiatif. Jadi, siswa telah mengalami proses belajar akan ditandai dengan bertambahnya simpanan materi (pengetahuan dan pengertian) dalam memori, serta meningkatnya kemampuan menghubungkan materi tersebut dengan situasi atau stimulus yang sedang ia hadapi.
5.      Manifestasi Berpikir Rasional dan Kritis
Berpikir rasional dan kritis adalah perwujudan perilaku belajar terutama yang berhubungan dengan pemecahan masalah. Pada umumnya siswa yang berpikir rasional akan menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan “bagaimana” (how) dan “mengapa” (why). Dalam berpikir rasional, siswa dituntut menggunakan logika (akal sehat) untuk menentukan sebab-akibat, menganalisis, menarik kesimpulan-kesimpulan, dan bahkan juga untuk menciptakan hukum-hukum (kaidah teoretis) dan ramalan-ramalan. Dalam hal berpikir kritis, siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keandalan gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan atau kekurangan (Reber, 1988).
6.      Manifestasi Sikap
Dalam arti yang sempit sikap adalah pandangan atau kecenderungan mental. Menurut Bruno (1987), sikap (attitude) adalah kecenderungan yang bersifat menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu. Dengan demikian, pada prinsipnya sikap dapat kita anggap sebagai suatu kecenderungan siswa untuk bertidak dengan cara tertentu. Dalam hal ini, perwujudan perilaku belajar siswa akan ditandai dengan munculnya kecenderungan-kecenderungan baru yang telah berubah (lebih maju dan lugas) terhadap suatu obyek, tata nilai, peristiwa dan sebagainya. 
7.      Manifestasi Inhibisi
Secara ringkas, inhibisi adalah upaya pengurangan atau pencegahan timbulnya suatu respons tertentu karena adanya proses respon lain yang sedang berlangsung. Dalam hal belajar, yang dimaksud inhibisi adalah kesanggupan siswa untuk mengurangi atau menghentikan tindakan yang tidak perlu, lalu memilih atau melakukan tindakan lainnya yang lebih baik ketika ia berinteraksi dengan lingkungannya.
Kemampuan siswa dalam melakukan inhibisi pada umumnya diperoleh lewat proses belajar. Oleh sebab itu, makna dan perwujudan perilaku belajar seorang siswa akan tampak pula dalam kemampuannya melakukan inhibisi ini. Contoh, seorang siswa yang telah sukses mempelajari bahaya alkohol akan menghindari membeli minuman keras. Sebagai gantinya ia membeli minuman sehat.
8.      Manifestasi Apresiasi
Pada dasarnya, apresiasi berarti suatu pertimbangan (judgment) mengenai arti penting atau nilai sesuatu (Chaplin, 1982). Dalam penerapannya, apresiasi serig diartikan sebagai penghargaan atau penilaian terhadap benda-benda baik abstrak maupun konkret yang memiliki nilai luhur. Apresiasi adalah gejala ranah afeftif yang pada umumnya ditujukan pada karya-karya seni.
Tingkat apresiasi seorang siswa terhadap nilai sebuah karya sangat bergantung pada tingkat pengalaman belajarnya. Sebagai contoh, jika seorang siswa telah mengalami proses belajar agama secara mendalam maka tingkat apresiasinya terhadap nilai seni baca Al-Qur’an dan kaligrafi akan mendalam pula. Dengan demikian, pada dasarnnya seorang siswa baru akan memiliki apresiasi yang memadai terhadap objek tertentu apabila sebelumnya ia telah mempelajarai materi yang berkaitan dengan objek yang dianggap mengandung nilai penting dan indah. 
9.      Manifestasi Tingkah Laku Afektif
Tingkah laku afektif adalah tingkah laku yang menyangkut keanekaragaman perasaan, seperti takut, marah, sedih, gembira, kecewa, benci, was-was dan sebagainya. Tingkah laku seperti ini tidak terlepas dari pengaruh pengalaman belajar. Oleh karenanya, ia juga dapat dianggap sebagai perwujudan perilaku belajar.
Seorang siswa, misalnya dapat dianggap sukses secara afektif dalam belajar agama apabila ia telah menyenagi dan menyadari secara ikhlas kebenaran ajaran agama yang dipelajari, lalu ia menjadikannnya sebagai sistem nilai diri. Kemudian, pada gilirannya ia menjadikan sistem nilai ini sebagai penuntun hidup, baik kala suka maupun duka.













BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Dari pemaparan diatas, kamimenyimpulkan:
1.      Belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif yang didukung dari fungsi ranah psikomotorik.
2.      Belajar mempunyai peran penting dalam proses perkembangan manusia dan juga mempunyai peran penting dalam mempertahankan kehidupan sekelompok umat manusia (bangsa) ditengah-tengah persaingan yang semakin ketat diantara bangsa-bangsa lainnya yang lebih maju karena belajar. Dalam perspektif agama, belajar merupakan kewajiban bagi setiap manusia agar memperoleh pengetahuan dalam rangka meningkatkan derajat kehidupan mereka.
3.      Korelasi Belajar, Memori dan Pengetahuan berarti dalam otak sistem memori atau sistem akal manusia tersimpan. Selanjutnya, dengan sistem akal yang dimilikinya, manusia dapat belajar dengan cara menyerap, mengolah, menyimpan dan memproduksi pengetahuan dan keterampilan untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupannya di muka bumi ini
4.      Gagne mengemukakan dalam buku Ratna Wilis, ada delapan fase dalam satu tindakan belajar (learning act) antara lain:
a.         Fase Motivasi
b.      Fase Pengenalan
c.       Fase Perolehan
d.      Fase Retensi
e.       Fase Pemanggilan
f.       Fase Generalisasi
g.      Fase Umpan Balik

5.      Prinsip Pembelajaran
a.       Pembelajaran sebagai usaha memperoleh perubahan perilaku.
b.      Hasil belajar ditandai dengan perubahan perilaku secara keseluruhan.
c.       Pembelajaran merupakan suatu proses
d.      Pembelajaran merupakan bentuk pengalaman
6.      Menurut R.M Gagne ada 8 jenis belajar, yaitu:
a. Signal Learning (belajar isyarat)
b. Stimulus Response Learning ( belajar rangsangan tindak balas)
c. Chaining Learning (belajar melalui perangkaian)
d. Verbal Association Learning (belajar perangkaian verbal).
e. Discrimination Learning (belajar membedakan)
f. Concept Learning (belajar konsep)
g. Rule Learning (belajar aturan)
h. Problem solving (belajar memecahkan masalah).
7.      Secara sederhana, yang dimaksud hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah memperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan prilaku yang relatif menetap.

B.      Saran
Dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas, sebaiknya sebagai calon pendidik, kita harus bisa menjelaskan prinsip pembelajaran, menerapkannya dalam upaya meningkatkan kualitas kita sebagai calon pendidik dan juga menciptakan suasana yang akan menjadikan siswa lebih nyaman dalam menerima bahan ajar yang akan kita berikan nantinya.



DAFTAR PUSTAKA

Dahar, Ratna Wilis. 2011. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.
Darsono. 2000. Belajar dan Pembelajaran.Semarang: IKIP Semarang Press.
Fathurrohman dan Sutikno. 2007.  Strategi Belajar Mengajar melalui penanaman Konsep Umun dan Konsep Islam. Bandung: Refika Aditama.
Surya, Mohamad. 2004.  Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Jakarta: Pustaka Bani Quraisy.
Suryosubroto,  B. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Susanto Ahmad,  2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di sekolah dasar.
Syah, Muhibbin. 2014. Psikologi Belajar. Jakarta: RajaGrafindo.
Tilaar, H.A.R. 2002.Pendidikan Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia; Strategi Reformasi Pendidikan Nasional.Bandung: Remaja Rosdakarya.
Trianto. 2010.  Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progesif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.