Kamis, 20 April 2017

MAKALAH HAKEKAT AL-QUR'AN HADITS SEBAGAI PENGETAHUAN DASAR



BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Islam merupakan agama rahmatan lil’alamin. Al-Qur’an dan Hadits yang di bawa oleh Rasulullah SAW, menjadi penerang bagi setiap umat manusia. Di dalamnya terdapat berbagai macam ilmu yang dijadikan sebagai pengetahuan dasar, bukan hanya ilmu keislaman saja yaitu sebagai petunjuk, hukum dan kisah-kisah terdahulu tetapi juga banyak teradapat ilmu lainnya, seperti ilmu alam, teknologi dan sebagainya. Ilmu pengetahuan dalam Al-Qur’an dan Hadits menyangkut tentang segala aspek pengetahuan yang ada dijagad raya ini, mulai dari proses terbentuknya bumi hingga berakhirnya kehidupan di jagad raya. Ilmu pengetahuan dalam Al-Qur’an dan Hadits tidak perlu lagi diragukan kebenarannya karena kebenarannya bersifat ilmiah atau dapat dibuktikan. Semakin intensif manusia menggali Al-Qur’an dan Hadits maka akan semakin banyak pula isyarat keilmuan yang di dapatkan, sehingga manusia dapat terlepas dari masa kebodohan.
Adapun judul besar dalam makalah ini adalah tentang hakekat Al-qur’an hadits sebagai pengetahuan dasar.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa hakekat Al-Qur’an Hadits ?
2.      Apa definisi pengetahuan dasar ?
3.      Apa saja jenis-jenis pengetahuan ?
4.      Bagaimana korelasi Al-Qur’an Hadits dan ilmu pengetahuan ?
5.      Apa hakekat Al-Qur’an Hadits sebagai pengetahuan dasar ?








BAB II
PEMBAHASAN

A.    Hakekat Al-Qur’an Hadits
Secara Bahasa Qara’a mempunyai arti: mengumpulkan, atau menghimpun menjadi satu Kata Qur’an dan Qira’ah keduanya merupakan masdar (infinitif) diambil dari kata kerja lampau (Fi’il Madhi) yaitu Qara’a-Qiraatan-Quranan (Muhaimin, 1984:86).
Kata Qur’anah pada ayat di atas berarti qiraatuhu yaitu bacaannya atau cara membacanya. Terdapat berbagai macam definisi Qur’an, diantaranya definisi menurut Abdul Wahhab Khalaf, yaitu: Firman Allah yang diturunkan kepada Rasulullah Saw dengan perantara Jibril dalam bahasa Arab. Dan, menjadi undang-undang bagi manusia, memberi petunjuk kepada mereka, dan menjadi sarana untuk melakukan pendekatan diri dan ibadah kepada Allah. Ia terhimpun dalam mushaf, dimulai dari surat Al- Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas, disampaikan kepada kita secara mutawatir dari generasi ke generasi, baik secara lisan maupun tulisan, serta terjaga dari perubahan dan pergantian.
Al-Qur’an secara istilah adalah “Firman Allah SWT yang menjadi mu’jizat abadi kepada Rasulullah yang tidak mungkin bisa ditandingi oleh manusia, diturunkan ke dalam hati Rasulullah SAW, diturunkan ke generasi berikutnya secara mutawatir, ketika dibaca bernilai ibadah dan berpahala besar” (Al-Qattan, 1987: 10).
Selanjutnya Istilah Hadits telah digunakan secara luas dalam studi keislaman untuk merujuk kepada teladan dan otoritas Nabi SAW atau sumber kedua hukum Islam setelah al-Qur’an. Meskipun begitu, pengertian kedua istilah tersebut tidaklah serta merta sudah jelas dan dapat dipahami dengan mudah. Para ulama dari masing-masing disiplin ilmu menggunakan istilah tersebut didasarkan pada sudut pandang yang berbeda sehingga mengkonskuensikan munculnya rumusan pengertian keduanya secara berbeda pula.
Kata hadits merupakan isim (kata benda) yang secara bahasa berarti kisah, cerita, pembicaraan, percakapan atau komunikasi baik verbal maupun lewat tulisan. Bentuk jamak dari hadits yang lebih populer di kalangan ulama muhadditsin adalah ahadits,  dibandingkan bentuk lainnya yaitu hutsdan atau hitsdan (Ash Shiddieqy, 1991: 20). Masyarakat Arab di zaman Jahiliyyah telah menggunakan kata hadits ini dengan makna “pembicaraan”, hal itu bisa dilihat dari kebiasaan mereka untuk menyatakan  “hari-hari mereka yang terkenal” dengan sebutan ahadits (Subhi as-Shalih, 1995: 15).
Jadi hakekat Al-Qur’an Hadits adalah sumber pokok ajaran islam dan merupakan rujukan umat islam dalam memahami segala aspek yang ada dalam kehidupan, dimana Al-Qur’an sebagai rujukan utama yang berasal dari Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW mealui malaikat Jibril dan Hadits sebagai rujukan yang menguatkan dan menegaskan ilmu yang terdapat dalam Al-Qur’an.

B.Definisi Pengetahuan
Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu knowledge. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang benar (knowledge is justified true belief).
Secara terminologi dikemukakan beberapa definisi tentang pengetahuan. Menurut Drs. Sidi Gazalba, pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran. Jadi, pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu. Dalam kamus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Pengetahuan dalam arti luas berarti semua kehadiran internasional objek dalam subjek. Namun dalam artian sempit pengetahuan hanya berarti putusan yang benar dan pasti.
Para ahli hingga kini masih memperdebatkan definisi pengetahuan, terutama karena rumusan pengetahuan oleh Plato yang menyatakan pengetahuan sebagai “kepercayaan sejati yang dibenarkan” (justified true belief). Pendapat dari WHO (1992) bahwa pengetahuan diperoleh dari pengalaman, selain itu juga dari guru, orang tua, buku, dan media masa. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan hasil dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.
Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran. Proses belajar ini dipengaruhi berbagai faktor dari dalam seperti motivasi dan faktor luar berupa sarana informasi yang tersedia serta keadaan sosial budaya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003).
Berdasarkan uraian-uraian di atas, dalam hal ini maka dapat definisikan bahwa Pengetahuan merupakan konsep ilmu yang terdapat dalam kehidupan merupakan hasil dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. (Notoatmodjo, 2005).

C.    Jenis-jenis Pengetahuan
Menurut Soejono Soemargono (1983) pengetahuan dapat dibagi menjadi:
1.      Pengetahuan non ilmiah
Pengetahuan non ilmiah adalah pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan cara-cara yang tdiak termasuk dalam metode ilmiah.Secara umum yang dimaksud dengan pengetahuan non ilmiah adalah segenap hasil pemahaman manusia atas atau mengenai barang sesuatu atau objek tertentu yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari.
2.      Pengetahuan ilmiah
Pengetahuan ilmiah adalah segenap hasil pemahaman manusia yang diperoleh dengan menggunakan metode ilmiah. Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang sudah lebih sempurna karena telah mempunyai dan memenuhi syarat-syarat tertentu dengan cara berpikir yang khas, yaitu metodologi ilmiah.

Sedangkan menurut Plato dan Aristoteles pengetahuan dapat dibagi menjadi:
1.      Pengetahuan Eikasia (Khayalan)
Tingkatan yang paling rendah disebut pengetahuan Eikasia, ialah pengetahuan yang objeknya berupa bayangan atau gambaran. Pengetahuan ini isinya adalah hal-hal yang berhubungan dengan kesenangan atau kesukaan serta kenikmatan manusia yang berpengalaman.
2.      Pengetahuan Pistis (Substansial)
Satu tingkat diatas eikasia adalah tingkatan pistis atau pengetahuan substansial. Pengetahuan ini adalah pengetahuan mengenal hal-hal yang tampak dalam dunia kenyataan atau hal-hal yang dapat diindrai secara langsung.
3.      Pengetahuan Dianoya (Matematika)
Plato menerangkan tingkat pengetahuan ini adalah tingkatan ketiga yang ada di dalamnya sesuatu yang tidak hanya terletak pada fakta atau objek yang tampak, tetapi juga terletak pada bagaimana cara berpikirnya.
Dengan demikian dapat dituturkan bahwa bentuk pengetahuan tingkat dianoya ini adalah pengetahuan yang banyak berhubungan dengan masalah matematik atau kuantitas entah luas, isi, jumlah, berat yang semata-mata merupakan kesimpulan dari hipotesis yang diolah oleh akal pikir karenanya pengetahuan ini disebut juga pengetahuan pikir.
4.      Pengetahuan Noesis (Filsafat)
Pengetahuan Neosis adalah pengetahuan tingkatan tertinggi, pengetahuan yang objeknya adalah arche ialah prinsip utama yang mencakup epistemologik dan metafisik. Prinsip utama ini disebut ”IDE”. Plato menerangkan tentang pengetahuan ini adalah hampir sama dengan pengetahuan pikir.
Tujuannya adalah untuk mencapai prinsip utama yang isinya hal yang berupa kebaikan, kebenaran dan keadilan. Menurut Plato, cara berpikir untuk mencapai tingkat tertinggi dari pengetahuan itu adalah dengan menggunakan metode dialog sehingga dapat dicapai pengetahuan yang sungguh-sungguh sempurna yang biasa disebut Episteme.

Burhanuddin salam, mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia ada empat, yaitu:
1.    Pengetahuan biasa, yakni pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan dengan istilah common sense, dan sering diartikan dengan good sense, karena seseorang memiliki sesuatu dimana ia menerima secara baik. Common sense diperoleh dari pengalaman sehari-hari seperti air dapat dipakai untuk menyiram bunga, makanan dapat memuaskan rasa lapar, musim kemarau akan mengeringkan sawah, dsb.
2.    Pengetahuan ilmu, yaitu ilmu sebagai terjemahan dari science. Ilmu dapat merupakan suatu metode berpikir secara objektif untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia faktual. Pengetahuan yang diperoleh dengan ilmu, diperolehnya melalui observasi, eksperimen, klasifikasi. Seperti bumi berputar pada porosnya, air termasuk unsur penting dalam organ tubuh manusia, dst.
3.    Pengetahuan filsafat, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekulatif. Pengetahuan filsafat lebih menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian tentang sesuatu. Kalau ilmu hanya pada satu bidang pengetahuan yang sempit dan rigid, filsafat membahas hal yang lebih luas dan mendalam. Seperti apa hakikat manusia, hakikat tuhan, mengapa diciptakan manusia, dst. Itu merupakan pemikiran filsafat.
4.    Pengetahuan agama, yaitu pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para utusan-Nya. Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama dan mengandung beberapa hal pokok yaitu ajaran tentang cara berhubungan dengan Tuhan. Selain itu, iman kepada Hari Akhir merupakan ajaran pokok agama dan sekaligus merupakan ajaran yang membuat manusia optimis akan masa depannya (Burhanuddin, 2005: 43).

D.    Korelasi Al-Qur’an Hadits dan Ilmu Pengetahuan
Membahas hubungan antara Al Qur’an dan ilmu pengetahuan bukan dinilai dari banyak atau tidaknya cabang-cabang ilmu pengetahuan yang dikandungnya, tetapi yang lebih utama adalah melihat: adakah Al qur’an atau jiwa ayat-ayatnya menghalangi ilmu pengetahuan atau mendorongnya, karena kemajuan ilmu pengetahuan tidak hanya diukur melalui sumbangan yang di berikan kepada masyarakat atau kumpulan ide dan metode yang dikembangkannya, tetapi juga pada sekumpulan syarat-syarat psikologis dan social yang diwujudkan, sehingga mempunyai pengaruh (positif atau negative) terhadap kemajuan ilmu pengetahuan (Fajlur Rahman, 1983: 143).
Sejarah membuktikan bahwa Galileo ketika mengungkapkan penemuan ilmiahnya tidak mendapat tantangan dari satu lembaga ilmiah, kecuali dari masyarakat dimana ia hidup. Mereka memberikan tantangan kepadanya atas dasar kepercayaan agama. Akibatnya, Galileo pada akhirnya menjadi korban penemuannya sendiri.
Dalam Al qur’an ditemukan kata “ilmu” dalam berbagai bentuknya yang terulang sebanyak 854 kali. Disamping itu, banyak pula ayat-ayat Al qur’an yang menganjurkan untuk menggunakan akal pikiran, penalaran, dan sebagainya, sebagaimana dikemukakan oleh ayat-ayat yang menjelaskan hambatan kemajuan ilmu pengetahuan, antara lain :
1.      Subjektivitas (suka dan tidak suka)
Allah SWT berfirman dalam QS. Az-Zukhruf dan QS. Al-A’raf:

لَقَدْ جِئْنٰكُمْ بِالْحَـقِّ وَلٰـكِنَّ  اَكْثَرَكُمْ لِلْحَقِّ كٰرِهُوْنَ
"Allah swt. berfirman: (Sesungguhnya Kami benar-benar telah membawa kepada kalian) hai penduduk Mekah (kebenaran) melalui lisan rasul (tetapi kebanyakan di antara kalian benci pada kebenaran itu.)" (QS. Az-Zukhruf 43: Ayat 78).

فَتَوَلّٰى عَنْهُمْ وَقَالَ يٰقَوْمِ لَقَدْ اَبْلَغْتُكُمْ  رِسَالَةَ رَبِّيْ وَنَصَحْتُ لَـكُمْ وَلٰـكِنْ لَّا تُحِبُّوْنَ النّٰصِحِيْنَ
"(Maka Saleh berpaling) ia meninggalkan (mereka seraya berkata, Hai kaumku! Sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku dan aku telah memberi nasihat kepadamu tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasihat.)" (QS. Al-A'raf 7: Ayat 79).
2.      Taqlid atau mengikuti tanpa alasan (baca antara lain, QS 33:67 ; 2:170).
Allah SWT berfirman:

وَقَالُوْا رَبَّنَاۤ اِنَّاۤ اَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَآءَنَا  فَاَضَلُّوْنَا السَّبِيْلَا
"(Dan mereka berkata) yakni para pengikut dari kalangan mereka, (Ya Rabb kami! Sesungguhnya kami telah menaati pemimpin-pemimpin kami) menurut suatu qiraat dibaca Saadatanaa, dalam bentuk Jam'ul Jam'i (dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan petunjuk) dari jalan hidayah." (QS. Al-Ahzab 33: Ayat 67).

Allah SWT berfirman:

وَاِذَا قِيْلَ لَهُمُ اتَّبِعُوْا مَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ قَالُوْا بَلْ نَـتَّبِعُ مَآ اَلْفَيْنَا عَلَيْهِ اٰبَآءَنَا   ؕ  اَوَلَوْ كَانَ اٰبَآؤُهُمْ لَا يَعْقِلُوْنَ شَيْئًـا وَّلَا يَهْتَدُوْنَ
"(Dan apabila dikatakan kepada mereka) kepada orang-orang kafir, (Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,) berupa tauhid dan menghalalkan yang baik-baik, (mereka menjawab,) Tidak!' (Tetapi kami hanya akan mengikuti apa yang kami jumpai) atau dapati (dari nenek moyang kami.) berupa pemujaan berhala, diharamkannya bahair/unta yang dipotong telinganya dan sawaib/unta yang tidak boleh dimanfaatkan, dibiarkan lepas bebas hingga mati dengan sendirinya. (Apakah) mereka akan mengikuti juga (walaupun mereka itu tidak mengetahui sesuatu) mengenai urusan keagamaan (dan tidak pula beroleh petunjuk) untuk mencapai kebenaran. Hamzah atau 'apakah' di atas untuk pengingkaran." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 170).
3.      Angan-angan dan dugaan yang tak beralasan (baca antara lain, QS 10:36).
Allah SWT berfirman:

وَمَا يَتَّبِعُ اَكْثَرُهُمْ اِلَّا ظَنًّا   ؕ اِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِيْ مِنَ الْحَـقِّ شَيْـئًا   ؕ  اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌۢ بِمَا يَفْعَلُوْنَ
"(Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti) di dalam penyembahan mereka terhadap berhala-berhala (kecuali persangkaan saja) dalam hal ini mereka hanya menirukan apa yang telah diperbuat oleh nenek-moyang mereka (Sesungguhnya prasangka itu tidak sedikit pun berguna untuk mencapai kebenaran) yang membutuhkan ilmu pengetahuan tentangnya (Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan) oleh sebab itu maka Dia membalas semua amal perbuatan yang telah mereka kerjakan itu." (QS. Yunus 10: Ayat 36)
4.      Bergegas-gegas dalam mengambil keputusan atau kesimpulan (baca antara lain QS. 21:37).
Allah SWT berfirman:

خُلِقَ الْاِنْسَانُ مِنْ عَجَلٍ  ؕ  سَاُورِيْكُمْ اٰيٰتِيْ فَلَا تَسْتَعْجِلُوْنِ
"Ayat ini diturunkan sewaktu mereka meminta disegerakan turunnya azab atas mereka. (Manusia telah dijadikan dari tergesa-gesa) disebabkan manusia itu bertabiat tergesa-gesa di dalam semua tindakannya, maka seolah-olah ia diciptakan daripadanya. (Kelak Aku akan perlihatkan kepada kalian tanda-tanda azab-Ku) yakni ketentuan waktu bagi azab-Ku (maka janganlah kalian minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera) kemudian Allah memperlihatkan kepada mereka turunnya azab itu, yaitu dengan dibunuhnya mereka dalam perang Badar." (QS. Al-Anbiya 21: Ayat 37)
5.      Sikap angkuh (enggan untuk mencari atau menerima kebenaran) (baca antara lain QS. 7:146).
Allah SWT berfirman:
Yang artinya: "(Aku akan memalingkan dari ayat-ayat-Ku) dari bukti-bukti yang menunjukkan kekuasaan-Ku, yaitu berupa hasil-hasil ciptaan-Ku dan lain-lainnya (orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar) yaitu Aku akan menjadikan mereka terhina sehingga tidak lagi mereka berlaku sombong di muka bumi (jika mereka melihat tiap-tiap ayat-Ku, mereka tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan) yakni titian (yang membawa kepada petunjuk) hidayah yang datang dari sisi Tuhan (mereka tidak mau menjalankannya sebagai jalan hidup) yang mereka tempuh (tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan) jalan yang salah (mereka terus menempuhnya. Yang demikian itu) berpalingnya mereka itu (adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai daripadanya) contoh mengenai mereka telah disebutkan." (QS. Al-A'raf 7: Ayat 146)

Di samping itu, terdapat tuntutan-tuntutan antara lain :
a.       Jangan bersikap terhadap sesuatu tanpa dasar pengetahuan (QS. 17:36), dalam arti tidak menetapkan sesuatu kecuali benar-benar telah mengetahui dulu persoalan (baca antara lain QS. 36:17), atau menolaknya sebelum ada pengetahuan (baca antara lain, QS. 10:39).
b.      Jangan menilai sesuatu karena factor ekstern apa pun walaupun dalam dalam pribadi tokoh yang paling diagungkan.

Ayat- ayat semacam inilah yang mewujudkan iklim ilmu pengetahuan yang telah melahirkan pemikir-pemikir dan ilmuwan-ilmuwan Islam dalam berbagai disiplin ilmu. “tiada yang lebih baik dituntun dari suatu kitab akidah (agama) menyangkut bidang ilmu kecuali anjuran untuk berpikir, serta tidak menetapkan suatu ketetapan yang menghalangi umatnya untuk menggunakan akalnya atau membatasinya menambah pengetahuan selama dan dimana saja ia kehendaki. Inilah korelasi pertama dan utama antara Al qur’an dan ilmu pengetahuan.
Korelasi kedua dapat ditemukan pada isyarat-isyarat ilmiah yang tersebar dalam sekian banyak ayat Al qur’an yang berbicara tentang alam raya dan fenomenanya. Isyarat-isyarat tersebut sebagiannya telah diketahui oleh masyarakat. Namun apa yang mereka ketahui itu masih sangat terbatas dalam perinciannya (Nata, 1996: 107-110).
Dalam penafsiran ilmiah terhadap ayat-ayat Al qur’an, membawa kita kepada, paling tidak, tiga hal yang perlu digaris bawahi, yaitu (1) Bahasa (2) konteks ayat-ayat ; dan (3) sifat penemuan ilmiah.
1.    Bahasa
Disepakati oleh semua pihak bahwa untuk memahami kandungan Al qur’an dibutuhkan pengetahuan bahasa arab. Untuk memahami arti suatu kata dalam rangkaian redaksi suatu ayat, seorang terlebih dahulu harus meneliti apa saja pengertian yang dikandung oleh kata tersebut. Kemudian menetapkan arti yang paling tepat setelah memperhatikan segala aspek yang berhubngan ayat tadi.
2.    Konteks antara kata atau ayat
Memahami pengertian suatu kata dalam rangkaian satu ayat tidak dapat dilepaskan dari konteks kata tersebut dengan keseluruhan kata dalam redaksi ayat tadi.
3.      Sifat penemuan ilmiah
Perkembangan ilmu pengetahuan sudah sedemikian pesatnya, sehingga dari faktor ini saja pemahaman terhadap redaksi Al qur’an dapat berbeda-beda. Seperti yang telah dikemukakan bahwa salah satu pembuktian tentang kebenaran Al qur’an adalah ilmu pengetahuan dari berbagai disiplin yang diisyaratkan. Memang terbukti, bahwa sekian banyak ayat-ayat Al qur’an yang berbicara tentang hakikat ilmiah yang tidak dikenal pada masa turunnya, namun terbukti kebenarannya di tengah-tengah perkembangan ilmu, seperti:
a.     Teori tentang expanding universe (kosmos yang mengembang) (QS 51:47 ).
Allah SWT berfirman:

وَ السَّمَآءَ بَنَيْنٰهَا بِاَيْٮدٍ وَّاِنَّا لَمُوْسِعُوْنَ
"(Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan Kami) dengan kekuatan Kami (dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa) dikatakan Adar Rajulu Ya-idu Qawiyyu artinya lelaki itu menjadi kuat. Dikatakan Awsa'ar Rajulu, artinya ia menjadi orang yang memiliki pengaruh dan kekuatan." (QS. Az-Zariyat 51: Ayat 47)
b.      Matahari adalah planet yang bercahaya sedangkan bulan adalah pantulan dari cahaya matahari (QS 10:5).
Allah SWT berfirman:

هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَآءً وَّالْقَمَرَ نُوْرًا وَّقَدَّرَهٗ مَنَازِلَ  لِتَعْلَمُوْا عَدَدَ السِّنِيْنَ وَالْحِسَابَ  ؕ  مَا خَلَقَ اللّٰهُ ذٰلِكَ اِلَّا بِالْحَـقِّ ۚ   يُفَصِّلُ الْاٰيٰتِ لِقَوْمٍ يَّعْلَمُوْنَ
"(Dialah yang menjadikan matahari bersinar) mempunyai sinar (dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya bagi bulan) dalam perjalanannya (manzilah-manzilah) selama dua puluh delapan malam untuk setiap bulan, setiap malam daripada dua puluh delapan malam itu memperoleh suatu manzilah, kemudian tidak tampak selama dua malam, jika jumlah hari bulan yang bersangkutan ada tiga puluh hari. Atau tidak tampak selama satu malam jika ternyata jumlah hari bulan yang bersangkutan ada dua puluh sembilan hari (supaya kalian mengetahui) melalui hal tersebut (bilangan tahun dan perhitungan waktu, Allah tidak menciptakan yang demikian itu) hal-hal yang telah disebutkan itu (melainkan dengan hak) bukannya main-main, Maha Suci Allah dari perbuatan tersebut (Dia menjelaskan) dapat dibaca yufashshilu dan nufashshilu, artinya Dia menerangkan atau Kami menerangkan (tanda-tanda kepada orang-orang yang mengetahui) yakni orang-orang yang mau berpikir." (QS. Yunus 10: Ayat 5)
c.       Pergerakan bumi mengelilingi matahari, gerakan lapisa-lapisan yang berasal dari perut bumi, serta bergeraknya gunung sama dengan pergerakan awan (QS 27:88).
Allah SWT berfirman:

وَتَرَى الْجِبَالَ  تَحْسَبُهَا جَامِدَةً وَّهِيَ تَمُرُّ مَرَّ السَّحَابِ  ؕ  صُنْعَ اللّٰهِ  الَّذِيْۤ اَتْقَنَ كُلَّ شَيْءٍ  ؕ  اِنَّهٗ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَفْعَلُوْنَ
"(Dan kamu lihat gunung-gunung itu) yakni kamu saksikan gunung-gunung itu sewaktu terjadinya tiupan malaikat Israfil (kamu sangka dia) (tetap) diam di tempatnya karena besarnya (padahal ia berjalan sebagai jalannya awan) bagaikan hujan yang tertiup angin, maksudnya gunung-gunung itu tampak seolah-olah tetap, padahal berjalan lambat saking besarnya, kemudian jatuh ke bumi lalu hancur lebur kemudian menjadi abu bagaikan bulu-bulu yang beterbangan. (Begitulah perbuatan Allah) lafal Shun'a merupakan Mashdar yang mengukuhkan jumlah sebelumnya yang kemudian di-mudhaf-kan kepada Fa'il-nya Sesudah 'Amil-nya dibuang, bentuk asalnya ialah Shana'allahu Dzalika Shun'an. Selanjutnya hanya disebutkan lafal Shun'a yang kemudian dimudhaf-kan kepada Fa'il-nya yaitu lafal Allah, sehingga jadilah Shun'allahi; artinya begitulah perbuatan Allah (yang membuat dengan kokoh) rapih dan kokoh (tiap-tiap sesuatu) yang dibuat-Nya (sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan) lafal Taf'aluna dapat dibaca Yaf'aluna, yakni perbuatan maksiat yang dilakukan oleh musuh-musuh-Nya dan perbuatan taat yang dilakukan oleh kekasih-kekasih-Nya." (QS. An-Naml 27: Ayat 88)
d.      Zat hijau daun (klorofil) yang berperanan dalam mengubah tenaga radiasi matahari menjadi tenaga kimia melalui proses foto sintesis sehingga menghasilkan energy (QS 36:80). bahkan, istilah Al qur’an, al syajar al akhdhar (pohon yang hijau) justru lebih tepat dari istilah klorofil (hijau daun), karena zat-zat tersebut bukan hanya terdapat dalam daun saja tapi di semua bagian pohon, dahan dan ranting yang warnanya hijau.
Allah SWT berfirman:

اۨ  لَّذِيْ جَعَلَ لَـكُمْ مِّنَ  الشَّجَرِ الْاَخْضَرِ نَارًا فَاِذَاۤ اَنْـتُمْ مِّنْهُ تُوْقِدُوْنَ
"(Yaitu Tuhan yang menjadikan untuk kalian) yakni segolongan umat manusia (dari kayu yang hijau) yakni kayu pohon Marakh dan Affar atau semua jenis pohon selain pohon anggur (api, maka tiba-tiba kalian nyalakan -api- dari kayu itu.) kalian membuat api daripadanya. Hal ini menunjukkan kekuasaan Allah swt. yang mampu untuk menghidupkan kembali manusia yang mati. Karena sesungguhnya di dalam kayu yang hijau itu terhimpun antara air, api, dan kayu; maka air tidak dapat memadamkan api, dan pula api tidak dapat membakar kayu." (QS. Ya Sin 36: Ayat 80)
e.       Bahwa manusia diciptakan dari sebagian kecil sperma pria dan yang setelah fertilisasi (pembuahan) berdempet di dinding rahim (QS 86:6 dan 7; 96:2).
Allah SWT berfirman:

خُلِقَ مِنْ مَّآءٍ دَافِقٍ
"(Dia diciptakan dari air yang terpancar) yakni yang dipancarkan oleh laki-laki ke dalam rahim wanita." (QS. At-Tariq 86: Ayat 6)

يَّخْرُجُ مِنْۢ بَيْنِ الصُّلْبِ وَالتَّرَآئِبِ 
"(Yang keluar dari antara tulang sulbi) laki-laki (dan tulang dada) perempuan." (QS. At-Tariq 86: Ayat 7)

خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ
"(Dia telah menciptakan manusia) atau jenis manusia (dari 'alaq) lafal 'Alaq bentuk jamak dari lafal 'Alaqah, artinya segumpal darah yang kental." (QS. Al-'Alaq 96: Ayat 2)
f.       Ilmu kesehatan Anak.
Dengan menyusu pada ibunya, bayi yang baru lahir mendapat air susu ibu yang mengandung colostrum, yang mengakibatkan bayi tersebut jarang terserang infeksi, terutama infeksi pada usus.
Air susu ibu adalah susu yang paling gampang diperoleh, kapan saja dan dimana saja. Lebih instant dari susu yang manapun, dapat diberikan secara hangat dengan suhu yang optimal dan bebas kontaminasi. Al-Qur'an juga menentukan lamanya seorang bayi menyusu dengan air susu ibu, dan kemungkinan bagi bayi untuk disusukan kepada ibu-ibu lain sebagaimana dinyatakan dalam (QS. 2:233).
Allah SWT berfirman:

نِسَآؤُكُمْ حَرْثٌ لَّـكُمْ ۖ  فَأْتُوْا حَرْثَكُمْ اَنّٰى شِئْتُمْ   ۖ   وَقَدِّمُوْا لِاَنْفُسِكُمْ  ؕ  وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّکُمْ مُّلٰقُوْهُ  ؕ  وَ بَشِّرِ الْمُؤْمِنِيْنَ
"(Istri-istrimu adalah tanah persemaian bagimu), artinya tempat kamu membuat anak, (maka datangilah tanah persemaianmu), maksudnya tempatnya yaitu pada bagian kemaluan (bagaimana saja) dengan cara apa saja (kamu kehendaki) apakah sambil berdiri, duduk atau berbaring, baik dari depan atau dari belakang. Ayat ini turun untuk menolak anggapan orang-orang Yahudi yang mengatakan, Barang siapa yang mencampuri istrinya pada kemaluannya tetapi dari arah belakangnya (pinggulnya), maka anaknya akan lahir bermata juling. (Dan kerjakanlah untuk dirimu) amal-amal saleh, misalnya membaca basmalah ketika bercampur (dan bertakwalah kepada Allah) baik dalam perintah maupun dalam larangan-Nya (dan ketahuilah bahwa kamu akan menemui-Nya kelak) yakni di saat berbangkit, Dia akan membalas segala amal perbuatanmu. (Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman) yang bertakwa kepada-Nya, bahwa mereka akan memperoleh surga." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 223)
g.      Ilmu Falak
Sesuatu ayat Al-Qur'an diturunkan selain untuk meng-Esakan Allah, juga untuk memberikan peraturan (syari'at) dan untuk lain-lain, diantaranya juga untuk memperkenalkan isi alam raya ini kepada manusia, jauh sebelum para ilmuwan menemukan rahasianya. Pergantian siang dan malam berputar-putar ini diibaratkan sorban orang Arab yang berputar-putar dikepala, ini tampak terlihat bila kita berada pada pesawat ruang angkasa yang sedang meninggalkan ataupun sedang kembali kebumi. Dengan begitu, melalui potongan ayat 5 Surah Az-Zumar yang berbunyi :
'.... Dia menggulungkan malam atas siang dan menggulungkan siang atas malam...."
Seakan-akan Allah Swt menjelaskan kepada umat manusia bahwa :
Bumi berotasi (berputar) pada sumbunya, Bumi bulat adanya.
Sebab apabila saja terjadi misalnya kejadian bumi tidak bulat ataupun bumi tidak berotasi pada sumbunya, maka sebagian tempat dipermukaan bumi yang berada di Khatulistiwa akan mengalami keadaan malam berkepanjangan, sebaliknya lokasi yang tegak lurus dengan tempat tersebut akan mengalami keadaan siang berkepanjangan.
h.      Siklus Air dan Lautan
Jika pada waktu ini kita membaca ayat-ayat Qur'an mengenai air dan kehidupan manusia, ayat demi ayat, semuanya akan nampak kepada kita sebagai ayat-ayat yang menunjukkan hal yang sudah jelas. Sebabnya adalah sederhana; pada jaman kita sekarang ini, kita semua mengetahui siklus air dalam alam, meskipun pengetahuan kita itu tidak tepat keseluruhannya. Tetapi jika kita memikirkan konsep-konsep lama yang bermacam-macam mengenai hal ini, kita akan mengetahui bahwa ayat-ayat Qur'an tidak menyebutkan hal-hal yang ada hubungannya dengan konsep mistik yang tersiar dan mempengaruhi pemikiran filsafat secara lebih besar daripada hasil-hasil pengamatan. Dalam ayat-ayat Qur'an tidak terdapat konsepsi yang salah, malah semakin ilmiah saja.

Allah SWT berfirman:

وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَآءِ مَآءً مُّبٰـرَكًا فَاَنْۢبَـتْـنَا بِهٖ جَنّٰتٍ وَّحَبَّ الْحَصِيْدِ 
"(Dan Kami turunkan dari langit air yang penuh keberkatan) berkah dan manfaatnya (lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon) maksudnya kebun-kebun (dan biji-biji tanaman) yakni ladang-ladang (yang diketam) yang dipanen." (QS. Qaf 50: Ayat 9)

وَالنَّخْلَ بٰسِقٰتٍ لَّهَا طَلْـعٌ نَّضِيْدٌ
"(Dan pohon-pohon kurma yang tinggi-tinggi) lafal Baasiqaatin ini berkedudukan menjadi Hal bagi lafal yang diperkirakan keberadaannya (yang mempunyai mayang yang bersusun-susun) yaitu sebagian di antaranya bertumpuk di atas sebagian yang lain." (QS. Qaf 50: Ayat 10)

رِّزْقًا لِّلْعِبَادِ  ۙ  وَاَحْيَيْنَا بِهٖ بَلْدَةً مَّيْـتًا    ؕ  كَذٰلِكَ الْخُـرُوْجُ
"(Untuk menjadi rezeki bagi hamba-hamba) Kami; lafal Rizqan menjadi Maf'ul Lah (dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati) lafal Maytan dapat digunakan untuk Mudzakkar dan Muannats. (Seperti itulah) dengan cara itulah (terjadinya kebangkitan) dari kubur, maka mengapa kalian mengingkarinya? Istifham atau kata tanya mengandung makna Taqrir, makna yang dimaksud adalah bahwa mereka melihat dan mengetahui hal tersebut." (QS. Qaf 50: Ayat 11)
i.      Lautan
Beberapa ayat mengenai lautan dan pelayaran mengemukakan tanda-tanda kekuasaan Tuhan yang nampak dalam pengamatan sehari-hari, dimana semua itu untuk dipikirkan.
Allah SWT berfirman:

اَللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ وَاَنْزَلَ مِنَ السَّمَآءِ مَآءً فَاَخْرَجَ بِهٖ مِنَ الثَّمَرٰتِ رِزْقًا لَّـكُمْ  ۚ  وَسَخَّرَ لَـكُمُ الْـفُلْكَ لِتَجْرِيَ فِى الْبَحْرِ بِاَمْرِهٖ ۚ  وَسَخَّرَ لَـكُمُ الْاَنْهٰرَ
"(Allahlah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untuk kalian dan Dia telah menundukkan bahtera bagi kalian) yang dimaksud adalah perahu (supaya bahtera itu berlayar di lautan) sehingga kalian dapat menaikinya dan memuat barang-barang di atasnya (dengan kehendak-Nya) dengan seizin-Nya (dan Dia telah menundukkan pula bagi kalian sungai-sungai.)"
(QS. Ibrahim 14: Ayat 32)
j.        Atmosfir Bumi
Allah SWT berfirman:

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ ۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Diaberkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu”. (Q.S. Al-Baqarah: 29)

ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ وَهِيَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِلْأَرْضِ ائْتِيَا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِينَ
Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". Keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati".” (Q.S. Fussilat: 11)

  فَقَضَاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ فِي يَوْمَيْنِ وَأَوْحَىٰ فِي كُلِّ سَمَاءٍ أَمْرَهَا ۚوَزَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَحِفْظًا ۚذَٰلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ
Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Fussilat: 12)
k.      Ketinggian (Altitude)
Sesungguhnya ini adalah pemikiran sederhana terhadap rasa, 'tidak enak' yang dirasakan orang ditempat yang tinggi, dan yang akan bertambah-tambah jika orang itu berada dalam tempat yang lebih tinggi lagi, hal ini dijelaskan dalam Surah Al-An'aam ayat 125.
l.        Listrik di Atmosfir
Listrik yang ada diatmosfir dan akibat-akibatnya seperti guntur dan butir-butir es disebutkan dalam beberapa ayat berikut, yang artinya :

"Dia-lah yang memperlihatkan kilat kepadamu untuk menimbulkan ketakutan dan harapan, dan Dia mengadakan awan mendung. Dan guruh itu bertasbih dengan memuji Allah, (demikian pula) para malaikat karena takut kepada-Nya, dan Allah melepaskan halilintar, lalu menimpakannya kepada siapa yang Dia Kehendaki, daN mereka berbntah-bantahan tentang Allah, dan dia-lah Tuhan Yang Maha keras sIksa-Nya." (QS. 13:12-13)

"Tidakkah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian) nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatan olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran -butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung -gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu Hampir-hampir menghilangkaN penglihatan." (QS. 24:43)
m.    Bayangan
Fenomena yang sangat luar biasa dijaman kita, yaitu bayangan dan pergeserannya disebutkan dalam ayat-ayat berikut :

"Apakah kamu tidak memperhatikan (penciptaan) Tuhanmu, bagaimana Dia memanjangkan (dan memendekkan) bayang-bayang; dan kalau Dia menghendaki niscaya Dia menjadikan tetap bayang-bayang itu, kemudian Kami jadikan matahari sebagai petunjuk atas bayang-bayang itu." (QS. 25:45) (Armansyah, Al-qur’an dan Ilmu Pengetahuan, http://www.geocities.com/arman_syah/).

Berikut adalah korelasi antara beberapa pernyataan ilmiah Al-Qur'an dengan ilmu pengetahuan, Kata-kata atau pernyataan yang dipakai dalam Al-Qur'an untuk menggambarkan aktivitas berpikir bukan hanya `aqala tetapi juga dengan kata-kata lain, di antaranya:
1.      Nazara yaitu melihat secara abstrak, dalam arti berpikir dan merenung. Kata ini terdapat dalam 30 ayat lebih, di antaranya yang terdapat dalam Al-Qur'an surat al-Ghâsiyah ayat 17-20, yang Artinya:

"Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan? Dan langit bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dibentangkan?"

Perintah untuk merenungi alam semesta, baik makhluk hidup maupun makhluk yang tak bernyawa sebagaimana yang tercantum dalam ayat di atas, dan jaminan bahwa hukum-hukum yang mengendalikan alam semesta ini tidak berubah, mengandung janji apabila kita mematuhi perintah tersebut, maka kita akan menemukan sebagian dari hukum-hukum yang ditetapkan-Nya itu dan kita akan dapat menguasai sains dan mampu mengembangkan teknologi untuk kebahagiaan manusia. Kata nazara dapat berarti mengumpulkan pengetahuan melalui pengamatan atau observasi dan pengukuran atau pengumpulan data pada alam sekitar kita. Dengan demikian, nazara yang dianjurkan Al-Qur'an ternyata merupakan hal yang biasa dilakukan para ahli dalam mengembangkan sains modern.
2.      Tadabbara yaitu merenungkan sesuatu yang tersurat dan tersirat. Kata ini banyak dijumpai dalam ayat-ayat Al-Qur'an, di antaranya yang terdapat dalam surat Muhammad ayat 24 yang berbunyi:

"Tidakkah mereka merenungkan Al-Qur'an ataukah hati mereka terkunci?"

Dengan melakukan tadabbur sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas, maka manusia akan diantarkan kepada suatu fakta bahwa Al-Qur'an menambahkan dimensi baru terhadap studi mengenai hal yang tersurat seperti ayat-ayat Al-Qur'an dan tanda-tanda yang terdapat dalam alam (ayat kauniyah), dan membantu pikiran manusia melakukan terobosan terhadap batas penghalang dari alam materi. Al-Qur'an menunjukan bahwa materi bukanlah sesuatu yang kotor dan tanpa nilai, tetapi di dalamnya terdapat tanda-tanda yang membimbing manusia menuju Allah dan menunjukkan keagungannya. Alam semesta adalah ciptaan Allah, Al-Qur'an mengajak manusia untuk menyelidiki dan mengungkap tentang keajaiban alam serta berusaha memanfaatkan kekayaan alam yang berlimpah ruah untuk kesejahteraan hidup manusia. Jadi Al-Qur'an membawa manusia mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah melalui ciptaan-Nya dan realitas konkrit yang terdapat dalam alam semesta. Hal ini sejalan dengan aktivitas dalam dunia ilmu pengetahuan, yaitu mengadakan observasi, melakukan berbagai eksperimen, dan menarik kesimpulan mengenai hukum-hukum alam yang berdasarkan observasi dan eksperimen tersebut. Dengan ilmu pengetahuan manusia dapat mencapai Yang Maha Pencipta melalui observasi yang teliti dan tepat terhadap hukum-hukum yang mengatur gejala alam dan Al-Qur'an menunjukkan kepada realitas intelektual Yang Maha Besar, yaitu Allah Swt lewat ciptaan-Nya. Dengan cara seperti ini akan terwujud keseimbangan antara kemajuan ilmu pengetahuan dan ketinggian iman kepada Allah Swt.
3.      Tafakkara yaitu berpikir secara mendalam. Kata ini terdapat dalam Al-Qur'an sebanyak 16 ayat, di antaranya sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an surat al-Jâsiyah ayat 13 yang berbunyi:

"Ia buat segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi tunduk padamu, semuanya adalah dari-Nya, padanya sungguh terrdapat tanda-tanda bagi kaum yang mau berpikir".
4.      Faqiha yaitu mengerti secara mendalam. Kata ini dijumpai dalam Al-Qur'an sebayak 16 ayat, di antaranya firman-Nya dalam Al-Qur'an surat al-Taubat ayat: 122 yang berbunyi:

"Tidak semestinya orang-orang mukmin semua pergi (berperang). Mengapa sebagian dari tiap golongan tidak pergi memperdalam pemahaman tentang agama agar dapat memberi peringatan bagi kaumnya, bila mereka kembali. Semoga mereka berjaga-jaga".
Ayat tersebut mendorong para ulama zaman klasik untuk mempelajari ilmu pengetahuan dari berbagai sumber dengan melekukan beberapa penerjemahan berbagai macam keilmuan yang dimulai pad aabad VII.
5.      Tazakkara yaitu memahami dalam bentuk pemahaman yang mendalam. Sebagai contoh firman Allah dalam Al-Qur'an surat al-Anbiyâ ayat 78-79) yang berbunyi:

“Dan Daud serta Sulaiman sewaktu mnenentukan keputusan tentang ladang ketika domba masuk ke dalamnya pada malam hari, dan kami menjadi saksi atas keputusan itu . Kami buat Sulaiman memahaminya dan kepada keduanya kami berikan nikmat dan ilmu. Kami jadikan bersama Daud gunung dan burung tunduk memuja kamilah pembuat semua itu”.
6.      'Aqala yaitu menggunakan akal atau rasio. Di dalam Al-Qur'an tidak kurang dari 45 ayat yang berbicara tentang pemakaian akal yang merupakan bagian integral dari pengembangan ilmu pengetahuan. Sebagai contoh Allah Swt berfirman dalam Al-Qur'an surat al-Anfâl ayat 22 yang berbunyi:

"Seburuk-buruk binatang pada pandangan Allah adalah yang tuli, bisu, dan tidak mempergunakan akal" (Rahardjo, 2002: 532).

Dengan memperhatikan ayat-ayat di atas, nampak jelas bahwa Al-Qur'an banyak mengandung perintah kepada manusia untuk memperhatikan alam (kosmos). Alam penuh dengan tanda-tanda yang harus diperhatikan, diteliti, dan dipikirkan oleh manusia agar mereka mengetahui rahasia yang terkandung di balik tanda-tanda itu. Pemikiran mendalam mengenai tanda-tanda itu membawa kepada pemahaman tentang berbagai fenomena alam itu sendiri. Hal ini akan melahirkan keyakinan yang kuat akan eksistensi Tuhan Pencipta alam dan hukum alam yang mengatur perjalanan alam. Di sisi lain dari pemikiran yang mendalam tersebut akan diperoleh temuan-temuan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.

E.     Hakekat Al-Qur’an Hadits Sebagai Pengetahuan Dasar
          Pada dasarnya ilmu pengetahuan adalah himpunan pengetahuan tentang segala yang ada dalam kehidupan yang terdapat dalam Al-Qur’an yang diperkuat oleh hadits. Al-Qur’an merupakan wahyu Allah dan sekaligus sebagai pedoman atau panduan hidup bagi umat manusia (Shomad, 2005:52). Banyak ilmu yang lahir dari Al-Qur’an, baik itu yang berhubungan langsung dengannya seperti Ulumul Qur’an, Ilmu Tafsir dan yang lainnya,atau tidak berhubungan langsung namun terinspirasi dari Al-Qur’an seperti ilmu alam, ilmu ekonomi dan yang lainnya. Al-Qur’an menekankan pada kebutuhan manusia untuk mendengar, menyadari, merefleksikan, menghayati, dan memahami. Maka, mau tidak mau Al-Qur’an harus mampu menjawab berbagai problematika yang terjadi dalam masyarakat(Diklat Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, 2008: xxi). Al- Qur’an adalah kitab induk, rujukan utama bagi segala rujukan, sumber dari segala sumber, basis bagi segala sains dan ilmu pengetuhan, sejauh mana keabsahan ilmu harus diukur standarnya adalah Al-Qur’an. Ia adalah buku induk ilmu pengethuan, di mana tidak ada satu perkara apapun yang terlewatkan (Baiquni, 1983: 1), semuanya telah terkafer di dalamnya yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, baik yang berhubungan dengan Allah (Hablum minallah); sesama manusia (Hablum minannas); alam, lingkungan, ilmu akidah, ilmu sosial, ilmu alam, ilmu emperis, ilmu agama, umum dan sebagaianya.(Q.S. Al-an’am: 38). Lebih lanjut Achmad Baiquni mengatakan, “sebenarnya segala ilmu yang diperlukan manusia itu tersedia di dalam Al-Qur’an”.
          Salah satu kemu’jizatan (keistimewaan) Al-Qur’an yang paling utama adalah hubungannya dengan sains dan ilmu pengetahuaan, begitu pentingnya sains dan ilmu pengetahuan dalam Al-Qur’an sehingga Allah menurunkan ayat yang pertama kali Q.S Al-‘alaq 96/1-5.
(1). Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, (2). Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah, (3). Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, (4). Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, (5). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
          Ayat tersebut mengandung perintah membaca, membaca berarti berfikir secara teratur atau sitematis dalam mempelajari firman dan ciptaannya, berfikir dengan menkorelasikan antara ayat qauliah dan kauniah manusia akan mampu menemukan konsep-konsep sains dan ilmu pengetahuan. Bahkan perintah yang pertama kali dititahkan oleh Allah kepada Nabi Muhammada SAW. dan umat Islam sebelum perintah-perintah yang lain adalah mengembangkan sains dan ilmu pengetahuan serta bagaimana cara mendapatkannya. tentunya ilmu pengetahuan diperoleh di awali dengan cara membaca, karena membaca adalah kunci dari ilmu pengetahuan, baik membaca ayat qauliah maupun ayat kauniah, sebab manusia itu lahir tidak mengethui apa-apa, pengetahuan manusia itu diperoleh melalui proses belajar dan melalui pengalaman yang dikumpulkan oleh akal serta indra pendengaran dan penglihatan demi untuk mencapai kejayaan, kebahagian dunia dan akhirat. Dalam Al-Qur’an terdapat kurang lebih 750 ayat rujukan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan sementara tidak ada agama atau kebudayaan lain yang menegaskan dengan begitu tegas akan kepentingan ilmu dalam kehidupan manusia. Ini membuktikan bahwa betapa tingginya kedudukan sains dan ilmu pengetauan dalam Al-Qur’an (Islam). Al-Qur’an selalu memerintahkan kepada manusia untuk mendayagunakan potensi akal, pengamatan , pendengaran, semaksimal mungkinan manusia yang dikumpulkan melalui proses pengkajian dan dapat diterima oleh rasio. Pendapat lain menyatakan bahwa ilmu pengetahuan merupakan gambaran atau keterangan yang lengkap dan konsisten tentang fakta-fakta pengalaman manusia yang disusun dengan metode-metode tertentu dan menggunakan istilah-istilah yang disederhanakan (Nata, 1996: 99).































BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan:
1.      Al-Qur’an Hadits adalah sumber pokok ajaran islam dan merupakan rujukan umat islam dalam memahami segala aspek yang ada dalam kehidupan, dimana Al-Qur’an sebagai rujukan utama yang berasal dari Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW mealui malaikat Jibril dan Hadits sebagai rujukan yang menguatkan dan menegaskan ilmu yang terdapat dalam Al-Qur’an.
2.      Pengetahuan merupakan konsep ilmu yang terdapat dalam kehidupan merupakan hasil dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.
3.      Burhanuddin salam, mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia ada empat, yaitu:
a.       Pengetahuan biasa, yakni pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan dengan istilah common sense, dan sering diartikan dengan good sense, karena seseorang memiliki sesuatu dimana ia menerima secara baik. Common sense diperoleh dari pengalaman sehari-hari seperti air dapat dipakai untuk menyiram bunga, makanan dapat memuaskan rasa lapar, musim kemarau akan mengeringkan sawah, dsb.
b.      Pengetahuan ilmu, yaitu ilmu sebagai terjemahan dari science. Ilmu dapat merupakan suatu metode berpikir secara objektif untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia faktual. Pengetahuan yang diperoleh dengan ilmu, diperolehnya melalui observasi, eksperimen, klasifikasi. Seperti bumi berputar pada porosnya, air termasuk unsur penting dalam organ tubuh manusia, dst.
c.       Pengetahuan filsafat, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekulatif. Pengetahuan filsafat lebih menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian tentang sesuatu. Kalau ilmu hanya pada satu bidang pengetahuan yang sempit dan rigid, filsafat membahas hal yang lebih luas dan mendalam. Seperti apa hakikat manusia, hakikat tuhan, mengapa diciptakan manusia, dst. Itu merupakan pemikiran filsafat.
d.      Pengetahuan agama, yaitu pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para utusan-Nya. Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama dan mengandung beberapa hal pokok yaitu ajaran tentang cara berhubungan dengan Tuhan. Selain itu, iman kepada Hari Akhir merupakan ajaran pokok agama dan sekaligus merupakan ajaran yang membuat manusia optimis akan masa depannya.
4.      Korelasi ilmu pengetahuan dan Al-Qur’an yaitu:
Ayat- ayat Al-Qur’an yang mewujudkan iklim ilmu pengetahuan yang telah melahirkan pemikir-pemikir dan ilmuwan-ilmuwan Islam dalam berbagai disiplin ilmu. “tiada yang lebih baik dituntun dari suatu kitab akidah (agama) menyangkut bidang ilmu kecuali anjuran untuk berpikir, serta tidak menetapkan suatu ketetapan yang menghalangi umatnya untuk menggunakan akalnya atau membatasinya menambah pengetahuan selama dan dimana saja ia kehendaki. Inilah korelasi pertama dan utama antara Al qur’an dan ilmu pengetahuan. Korelasi kedua dapat ditemukan pada isyarat-isyarat ilmiah yang tersebar dalam sekian banyak ayat Al qur’an yang berbicara tentang alam raya dan fenomenanya. Isyarat-isyarat tersebut sebagiannya telah diketahui oleh masyarakat. Namun apa yang mereka ketahui itu masih sangat terbatas dalam perinciannya
5.      Pada hakekatnya Al- Qur’an adalah kitab induk, rujukan utama bagi segala rujukan, sumber dari segala sumber, basis bagi segala sains dan ilmu pengetuhan, sejauh mana keabsahan ilmu harus diukur standarnya adalah Al-Qur’an yang diperkuat oleh  hadits. Ia adalah buku induk ilmu pengethuan, di mana tidak ada satu perkara apapun yang terlewatkan (Baiquni, 1983: 1), semuanya telah terkafer di dalamnya yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, baik yang berhubungan dengan Allah (Hablum minallah); sesama manusia (Hablum minannas); alam, lingkungan, ilmu akidah, ilmu sosial, ilmu alam, ilmu emperis, ilmu agama, umum dan sebagaianya. Lebih lanjut Achmad Baiquni mengatakan, “sebenarnya segala ilmu yang diperlukan manusia itu tersedia di dalam Al-Qur’an”.




B.     Saran
Semakin intensif manusia menggali Al-Qur’an dan Hadits maka akan semakin banyak pula isyarat keilmuan yang di dapatkan, sehingga manusia dapat terlepas dari masa kebodohan.






























DAFTAR PUSTAKA

A Baiquni. 1983. Islam dan Ilmu Pengetahuan Modern. Bandung: Pustaka.

Abuddin Nata. 1996. Al-Qur'an dan Hadits (Dirasah Islamiyah I). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Al-Fajlur Rahman. 1989. Al-Qur'an Sumber Ilmu Pengetahuan, terjemah Prof. HM. Aripin, M.Ed. Jakarta: Bina Aksara.

Al-Qur’an Maghfirah.

http://www.geocities.com/arman_syah/

M. Dawam Rahardjo. 2002. Ensiklopedi Al-Qur’an Tafsir Sosila Berdasarkan Konsep-konsep Kunci. Paramadina.

M. Idris A. Shomad M.A. 2005.  Al-Qur’an Sebagai Wahyu Ilahi Dalam Jurnal Kajian Islam Al-Insan. Jakarta.

Tim Badan Litbang dan Diklat Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an. 2008. Tafsir al-Qur’an Tematik: Al-Qur’an dan Pemberdayaan Kaum Duafa. Jakarta: Departemen Agama RI





Tidak ada komentar:

Posting Komentar